Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menuntut bekas kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Saeful Bahri, 30 bulan penjara dan denda Rp150 juta subsider enam bulan kurungan.
"Terdakwa Saeful Bahri terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata JPU KPK, Ronald Ferdinand Worotikan, saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (6/5).
Tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas rasuah, salah satu ertimbangan yang memberatkan orang kepercayaan Sekretaris Jenderal DPP PDIP, Hasto Kristiyanto, itu.
"Perbuatan terdakwa berpotensi mencederai hasil pemilu sebagai proses demokrasi yang berlandaskan pada kedaulatan rakyat dan terdakwa telah menikmati keuntungan dari perbuatannya," sambungnya.
Sedangkan pertimbangan yang meringankan, Saeful bersikap sopan selama persidangan. Juga dianggap mengakui dan menyesali kesalahannya. "Dan terdakwa mempunyai tanggungan keluarga, yaitu seorang istri dan seorang anak," tutur Ronald.
Saeful dianggap terbukti menyuap bekas Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU). Wahyu Setiawan, sebesar S$57,350 atau setara Rp600 juta. Tujuannya, memuluskan langkah bekas calon legislatif (caleg) PDIP, Harun Masiku, melengserkan Riezky Aprilia sebagai anggota DPR dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan (Dapil Sumsel) 1 via pergantian antarwaktu (PAW).
Dalam upaya itu, Saeful bertindak bersama Agustiani Tio Fridelina, bekas anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sekaligus eks kader PDIP.
Atas perbuatannya, dia dinilai melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.