Buntut dari aksi demonstrasi mahasiswa dan pelajar yang berujung ricuh, Polisi menahan sejumlah pelajar dan mahasiswa. Polisi beralasan penahanan tersebut dilakukan bagi mahasiswa dan pelajar yang kedapatan membawa senjata tajam dan diduga melakukan tindakan anarkis.
Sayang, Polisi dinilai tidak transparan terkait identitas penahanan sejumlah mahasiswa dan pelajar.
Direktur Program Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil dalam pendampingan mahasiswa mengkritik, penanganan polisi terkait ditahannya mahasiswa dan pelajar.
Memang ada beberapa mahasiswa dan pelajar yang telah dibebaskan, tetapi soal informasi jumlah yang masih ditahan belum dapat dipastikan. Erasmus mengaku kesulitan untuk mendapatkan akses dalam upaya mendampingi mahasiswa dan pelajar yang ditahan.
"Susah sekali aksesnya. Tidak hanya pendampingan, tapi bantuan hukum ya," kata Erasmus pada Jumat (27/9).
Kendati demikian, Erasmus mengatakan kondisi terakhir memang sudah ada beberapa mahasiswa yang dibebaskan. Akan tetapi, untuk informasi pasti berapa mahasiswa yang masih ditahan belum bisa dipastikan karena terkendala akses.
"Kami susah melacak, siapa yang ditahan di sini (Polda Metro Jaya), siapa yang ditahan di Jakbar (Polres Jakarta Barat), dan lain-lain," ucapnya.
Niatan koalisi masyarakt sipil untuk mendampingi mahasiswa dan pelajar juga tidak bisa dilakukan. Sebab, belum mendapatkan surat kuasa dari mahasisa dan pelajar yang hendak mendapat bantuan hukum.
Sebelumnya Direktur LBH Jakarta Arif Maulana mewakili tim advokasi Aliansi Masyarakat untuk Keadilan dan Demokrasi (AMUK) mengatakan sedang berupaya untuk membantu mahasiswa yang ditangkap oleh pihak kepolisian pascademonstrasi pada Selasa (24/9) di depan Kompleks DPR/MPR, Senayan, Jakarta.
Menurutnya, saat ini mahasiswa yang ditahan di dua tempat, yaitu Polda Metro Jaya dan Kepolisian Resort Jakarta Barat. Jumlah yang ditangkap tak kurang dari 50 mahasiswa dan warga yang ditangkap.
LBH mencatat, mahasiswa yang ditangkap berasal dari: Universitas Singaperbangsa Karawang, Universitas Jendral Achmad Yani, Universitas Kristen Indonesia (UKI), Universitas Padjadjaran (Unpad), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Institut Kesenian Jakarta, dan beberapa kampus lainnya.
Kendati demikian, untuk jumlah pasti belum bisa dipastikan karena informasi yang diperoleh dari pihak kepolisian. Menindaklanjuti informasi tersebut, tim advokasi saat ini sedang bekerja dalam hal memverifikasi data awal yang kemudian digunakan untuk melakukan pendampingan hukum.