Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, menginginkan menu makanan ditentukan para pengungsi di barak bukan juru masak dapur umum. Tujuannya, mengantisipasi adanya mobilitas orang.
"Saya punya harapan, yang menentukan makan itu bukan yang memasak di dapur," ujarnya saat meninjau barak pengungsian warga di kawasan Gunung Merapi di Balai Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.
"Mobilitas pengungsi ini bukan saja merepotkan kami, tetapi juga juru masak. Tim harus mendata ulang pagi, siang, dan sore guna mendaftar untuk menyiapkan makanannya," jelasnya, mencuplik situs web Pemerintah DIY.
Barak tersebut menampung 195 warga Dusun Kalitengah Lor, Cangkringan. Masyarakat telah diungsikan seiring ditetapkannya status Siaga (level III) per Kamis (5/11).
Sri Sultan pun meminta pemerintah menjamin keselamatan dan kesehatan pengungsi, terutama kelompok rentan. Apalagi, potensi erupsi Merapi terjadi di tengah pandemi Covid-19.
"Kesehatan harus benar-benar diperhatikan. Diperiksa betul-betul supaya pengungsi dalam keadaan sehat. Ini menyangkut protokol kesehatan karena Covid-19 jadi pertimbangan. Jangan sampai timbul masalah baru di pengungsian," tegasnya.
Guna meminimalisasi risiko penularan, dia meminta setidaknya terdapat satu rungan khusus karantina di setiap lokasi pengungsian. Langkah tersebut untuk mengantisipasi apabila ada warga yang terpapar Covid-19.
Tak sekadar itu. Sultan juga meminta awak media tidak keliru dalam menyebarluaskan informasi tentang aktivitas Merapi. Diharapkan tidak mengulangi kekeliruan dasawarsa silam.
"Tahun 2010 itu ada kekeliruan di TV yang menyebutkan radiusnya sampai 20 kilo (kilometer, red). Itu menimbulkan kegelisahan rakyat. Kalau sampai 20 kilo, semua Sleman ngungsi kabeh," tandasnya.