close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Petugas posyandu lansia memeriksa warga di Desa Karangnangka, Kedungbanteng, Banyumas, Jawa Tengah. /Foto dok. Nurfia Rahman
icon caption
Petugas posyandu lansia memeriksa warga di Desa Karangnangka, Kedungbanteng, Banyumas, Jawa Tengah. /Foto dok. Nurfia Rahman
Nasional
Sabtu, 04 Februari 2023 06:12

Supaya posyandu lansia tak tersia-sia...

Jumlah warga lansia terus meningkat dari tahun ke tahun. Namun, pelayanan kesehatan untuk warga lansia masih belum mumpuni.
swipe

Abdul Hamid, 61 tahun, akhirnya bisa tidur nyenyak sejak beberapa hari lalu. Hamid baru saja pulih dari sakit yang membuatnya harus masuk intensive care unit (ICU). Sebelumnya, Hamid kerap didera sesak nafas dan pusing ketika malam tiba. 

"Kemarin, ada darah tinggi dan paru-paru kerendem. Jadi, sesak nafas sama kepala itu berasa muter banget," kata Hamid saat berbincang dengan Alinea.id di kediamannya di kawasan Kalideres, Jakarta Barat, Selasa (31/1).

Hamid bercerita ia dilarikan ke rumah sakit Mitra Keluarga Kalideres, dua pekan lalu. Ketika itu, tubuhnya terkulai lemas lantaran terus-menerus sesak nafas dan pusing. "Akhirnya, keluarga semua yang ngurusin saat di ICU selama empat hari," tuturnya. 

Menurut Hamid, badannya mulai gampang terserang penyakit sejak memasuki usia 60 tahun atau terkategori lansia versi Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2021 tentang Strategi Nasional Kelanjutusiaan. Pada November 2022, Hamid bahkan didiagnosis menderita hipertensi oleh petugas puskesmas setempat. 

Semula, Hamid menganggap kesehatannya bakal membaik dengan sendirinya. Apalagi, ia tak pernah mengalami sakit parah yang sampai harus ke rumah sakit.  "Tapi, makin ke sini kok kepala sakit banget. Paru-paru juga sakit," jelasnya. 

Merasa penyakit yang dideritanya semakin parah, Hamid sempat berencana berkonsultasi ke petugas kesehatan di puskesmas setempat. Namun, ternyata pemeriksaan gratis dari puskesmas hanya digelar sebulan sekali. Belum sempat konsultasi, ia keburu masuk ICU. 

Oleh dokter, Hamid diperintahkan berhenti menghisap tembakau. Dari hasil pemeriksaan, paru-paru dia terendam. "Mau enggak mau, saya berhenti ngerokok. Hidup juga dituntut berubah kalau udah usia segini," kata Hamid. 

Hamid mengaku belum pulih seratus persen. Ia berharap bisa mendapat layanan konsultasi kesehatan secara rutin, baik dari instansi pemerintah atau swadaya dari masyarakat. "Empat hari di ICU, badan berasa sakit semua," ujar Hamid.

Kalangan lansia seperti Hamid sebenarnya berhak mendapat layanan kesehatan khusus. Sejak beberapa tahun lalu, pemerintah menggalakkan program posyandu lansia untuk menjaga kesehatan warga yang tak lagi produktif. Hingga 2019, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat sudah ada 100.470 posyandu lansia di seluruh Indonesia.  

Budiman, tenaga kesehatan Puskesmas Semanan, Kalideres, mengaku posyandu lansia di kawasan Semanan belum sepenuhnya efektif. Ia merinci sejumlah persoalan yang mengganjal. Salah satu ialah kalangan warga lansia sendiri yang terkesan masih kurang peduli terhadap kesehatan mereka sendiri. 

"Misalnya, posyandu lansianya jauh dari rumahnya atau waktu dilaksanakan pemeriksaan kesehatan dia (warga lansia) sedang kerja. Itu kendala yang sering muncul," kata Budiman kepada Alinea.id, Rabu (1/2).

Kendala lainnya ialah terkait jumlah personel. Di Puskesmas Semanan, menurut Budiman, hanya ada dua petugas posyandu lansia. Di lain sisi, ada sekitar 2.300 warga lansia yang tersebar di enam rukun warga di Kelurahan Semanan. Situasi itu membuat Budiman dan rekannya harus membagi tugas

"Harus ada perawat bagian lansia yang stay di puskesmas. Jadi, kadang kita betul-betul siasati karena di sini perawat lansia ada dua. Kalau dua-duanya turun, nanti di puskesmas enggak ada yang jaga," kata Budiman.

Budiman bertutur mayoritas warga lansia di Semanan tergolong tak sehat. Rata-rata, mereka mengeluhkan gejala penyakit-penyakit degeneratif, semisal diabetes, hipertensi, komplikasi, dan penyakit terkait metabolisme tubuh.

"Karena itu warga lansia harus harus rutin memeriksakan kondisinya ke posyandu lansia supaya kesehatannya tidak memburuk tanpa pantauan," kata Budiman. 

Situasi lebih baik diungkap Nurfia Rahman, bidan desa di Desa Karangnangka, Kedungbanteng, Banyumas, Jawa Tengah. Menurut dia, ada tiga posyandu di Karangnangka. Masing-masing posyandu ditenagai tiga kader. 

"Selama beberapa tahun terakhir capaian lansia yang hadir ke posyandu juga semakin meningkat. Hanya saja, memang masih banyak lansia yang tidak hadir dengan alasan kesibukan dan beberapa yang memang sudah tidak bisa aktivitas secara mandiri," kata Nurfia kepada Alinea.id, Selasa (31/1).

Setidaknya ada sekitar 600 warga lansia di Desa Karangnangka. Namun, warga lansia yang rutin memeriksakan kesehatannya ke posyandu lansia hanya sekitar 200 orang. "Dari beberapa lansia yang kemandiriannya kurang, biasanya kami jadwalkan untuk kunjungan ke rumah," jelas Nurfia. 

Posyandu lansia di Karangnangka, kata Nurfia, diselenggarakan mandiri oleh kader kesehatan desa dan dibiayai dari dana desa sebesar Rp33 juta. Duit dari dana desa dialokasikan untuk kegiatan pemeriksaan kesehatan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan. 

"Pemeriksaan tensi, timbangan, pengukur panjang badan, dan perlengkapan pendukung kegiatan posyandu lainnya. Seperti pemberian vitamin, anggaran PMT atau pemberian makanan tambahan dan anggaran untuk insentif kader," kata Nurfia. 

Kader-kader kesehatan di posyandu lansia, menurut Nurfia, tergolong mumpuni. Saat ini, para petugas kesehatan di desanya sudah mampu memberikan layanan kesehatan secara mandiri, semisal memeriksa tekanan darah, mengukur berat dan tinggi badan, serta mengecek kondisi gula darah. 

"Mereka juga bisa melakukan pemeriksaan gangguan mental kognitif dan kemandirian lansia dengan mengguanakan kuesioner. Kemudian, ada konseling pada lansia yang mengalami masalah kesehatan. Bimbingan rohani oleh kader atau dari peserta posyandu lansia yang memiliki pengetahuan agama lebih melalui kultum (kuliah tujuh menit)," tutur Nurfia.

Untuk warga lansia yang kondisi kesehatannya memburuk, Nurfia berkata, kader kesehatan desa diarahkab untuk merujuk langsung ke puskesmas atau rumah sakit terdekat. Sejauh ini, posyandu lansia tidak melayani pengobatan. "Kami hanya pemberian vitamin saja," jelasnya. 

Sejumlah petugas posyandu lansia memeriksa warga lansia di Desa Karangnangka, Kedungbanteng, Banyumas, Jawa Tengah. /Foto dok. Nurfia Rahman

Butuh penguatan 

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022, terdapat sekitar 10,82% lansia di seluruh Indonesia atau naik sekitar 2% jika dibanding angka jumlah lansia pada 2020. DI Yogyakarta menjadi provinsi dengan persentase penduduk lansia tertinggi di Indonesia, yakni mencapai 16,69%. Papua terendah sebesar 5,02%. Di DKI Jakarta, tercatat ada 9,9% warga lansia dari total jumlah penduduk. 

Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), mencatat ada sekitar 30,16 juta jiwa penduduk lansia di Indonesia pada 2021. Rinciannya, sebanyak 11,3 juta jiwa (37,48%) penduduk lansia berusia 60-64 tahun, 7,77 juta (25,77%) berusia 65-69 tahun, 5,1 juta penduduk (16,94%) berusia 70-74 tahun, serta 5,98 juta (19,81%) berusia di atas 75 tahun.

Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat, Hermawan Saputra memandang naiknya postur populasi lansia menandakan angka harapan hidup di Indonesia terus membaik. Namun, raihan positif itu bakal menjadi bencana jika pemerintah tidak mengantisipasinya dengan baik.

"Ini akan membebani ketika lansia ini punya dua (persoalan). Pertama, mereka tidak produktif secara ekonomi karena sudah pensiun. Kedua, meningkatnya risiko terhadap penyakit karena adanya faktor metabolisme," kata Hermawan kepada Alinea.id. Senin (30/1).

Menurut Hermawan, membesarnya postur populasi lansia merupakan pertanda pemerintah harus memperkuat sistem kesehatan di akar rumput. Pasalnya, gangguan kesehatan pada warga lansia jauh lebih tinggi ketimbang warga pada usia produktif, remaja, atau anak-anak. 

"Probabilitasnya, lebih dari 70% lansia itu berpotensi mengalami penyakit tidak menular, seperti diabetes dan gula darah. Termasuk hipertensi dan itu juga menyebabkan risiko yang lain seperti penyakit jantung, ginjal, paru-paru, dan yang lainnya," kata Hermawan.

Sejauh ini, Hermawan memandang pemerintah belum serius merawat kesehatan para lansia. Ia mencontohkan tidak adanya anggaran khusus dari Kemenkes untuk memperkuat posyandu lansia. Kebanyakan posyandu lansia beroperasi mengandalkan anggaran dari dana desa. 

"Kita ambil contoh di Jawa Tengah. Di sana itu ada posyandu kesehatan desa. Posyandu lansia ini di-back up operasional untuk screening dan memitigasi risiko. Nah, di satu sisi Kemenkes kan tugasnya memperkuat infrastruktur kesehatan, apakah itu menambah tenaga kesehatan atau peralatan dasar, termasuk juga fasilitas yang ada di posyandu. Nah, ini yang harusnya ditumbuhkan," ucap Hermawan.

Tak hanya Kemenkes, menurut Hermawan, Kemendagri serta Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) bisa mengambil peran dalam penguatan posyandu lansia. Kemendagri, misalnya, bisa membina pemerintah desa untuk memperkuat infrastuktur kesehatan. 

Adapun Kemendes PDTT, kata Hermawan, bisa berperan dengan merilis petunjuk teknis guna mendorong penggunaan dana desa untuk layanan sosial dasar, termasuk penambahan tenaga kesehatan dan penguatan fasilitas kesehatan di posyandu lansia. 

"Posyandu lansia ini penting tidak hanya promotif dan preventif. Tapi, juga surveilans, termasuk pendampingan gizi itu nantinya bisa dikelola tenaga kesehatan masyarakat. Yang mengoordinasi puskesmas karena pembinaan kesehatan masyarakat adalah tugas puskesmas. Tapi, tidak bisa berhenti di situ," jelas dia. 

Manajer program primary health care Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Agatha Tyas mengatakan warga lansia merupakan kelompok masyarakat yang tergolong rentan. Sayangnya, akses layanan kesehatan bagi kelompok lansia masih terbatas jika dibandingkan dengan warga pada kelompok umur lainnya.  

Sebagai rujukan, Agatha memaparkan hasil riset yang digelar CISDI pada 2021 terkait layanan vaksinasi Covid-19 bagi lansia. CISDI menemukan lima hambatan utama bagi lansia, yakni terkait administrasi, finansial, infrastruktur, akses informasi, dan perilaku sosial. 

"Saat ditranslasikan ke intervensi di akar rumput, kami menemukan dua fakta. Pertama, hambatan untuk mengakses layanan paling tinggi adalah perilaku sosial, semisal tidak didukung keluarga, kepercayaan lingkungan, dan lainnya. Kedua, terkait informasi, seperti tidak tahu jadwal layanan, tidak tahu fungsi layanan kesehatan," kata Agatha kepada Alinea.id, Senin (30/1).

Menurut Agatha, banyak warga lansia yang ogah datang ke posyandu lansia karena tidak tertarik atau tak menganggap serius isu kesehatan. Di lain sisi, kebanyakan posyandu lansia juga dikelola layaknya business as usual. Petugas kesehatan, misalnya, tidak aktif menjemput bola atau menggelar edukasi ke masyarakat terkait pentingnya kesehatan di usia lanjut. 

"Sama seperti melakukan posyandu PTM untuk usia produktif dan sama seperti pelaksanaan posyandu balita. Jika pendekatannya diadaptasi sesaui dengan identifikasi hambatan masing-masing lansia, saya pikir, keluhan yang sering muncul mengenai kunjungan lansia ke posyandu jumlahnya sedikit atau 'yang datang itu-itu lagi' bisa jadi ter-tackle," kata Agatha.

Secara khusus, Agatha menyoroti pemberdayaan kader kesehatan di posyandu lansia. Menurut dia, hal itu belum menjadi perhatian serius pemerintah. Padahal, petugas kesehatan di posyandu lansia bisa berperan sebagai ujung tombak untuk menjaga kesehatan warga usia lanjut di lingkungan sekitar. 

"Di tahun 2021-2022 lalu, CISDI melakukan intervensi dengan melatih kader-kader posyandu untuk mendata dan mengidentifikasi hambatan dan kerentanan masyarakat di wilayah kerja posyandunya. Bersama tenaga kesehatan puskesmas, kami kemudian menentukan bentuk intervensi pada lansia yang terdata. Cara ini cukup efektif dan 1.000 kader bisa menjangkau 20 ribu lansia lebih dalam waktu kurang-lebih 6 bulan saja," kata Agatha.

Ilustrasi pemeriksaan kesehatan bagi warga lansia. /Foto Unsplash/Mufid Majnun

Aktif jemput bola

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Nadia Tarmizi Wiweko mengatakan pemerintah telah menggelar beragam upaya untuk memastikan warga lansia di Indonesia bisa tetap produktif dan sehat. Salah satunya ialah dengan mengusahakan agar pemeriksaan kesehatan di rumah sakit bagi lansia bisa ditanggung BPJS Kesehatan.

"Medical check-up sedang diusahakan Menteri Kesehatan agar bisa ditanggung BPJS. Jadi, medical check-up sesuai dengan kondisi umum. Itu terkait kemudian bagaimana kita dari hulu sampai hilir mempersiapkan posyandu lansia," kata Nadia kepada Alinea.id, Rabu (1/2).

Dalam upaya merawat kesehatan warga lansia, menurut Nadia, Kemenkes sudah membangun dua kluster pelayanan, yakni pelayanan kesehatan di tingkat puskesmas dengan membentuk kluster lansia dan membina posyandu lansia di tingkat rukun tetangga atau rukun warga (RT/RW).

"Jadi, pada saat lansia datang ke puskesmas itu akan dikaji secara holistik dan bahwa (penyakit pada) lansia itu tidak hanya yang sifatnya muncul dan komorbid, tetapi juga penyakit deregeneratif. Penyakit demensia itu juga diupayakan untuk kemudian bisa dideteksi dan diobati," kata dia. 

Nadia mengakui bila tidak mudah untuk memperkuat fasilitas kesehatan posyandu lansia. Kemenkes tidak punya anggaran khusus yang bisa dialokasikan untuk membangun posyandu lansia. Di lain sisi, masih banyak desa yang luput mengalokasikan anggaran yang mereka miliki untuk penguatan infrastruktur kesehatan, termasuk untuk membangun posyandu lansia.

"Kita tahu tidak semua desa itu mau mengalokasikan sebagian anggaran desanya untuk kesehatan. Jadi, memang perlu penguatan. Oleh karena itu, regulasi dari Kemendagri dan Kementerian Desa juga menjadi penting. Supaya nanti pembinaan dari anggaran (posyandu lansia) itu bisa dialokasikan dari anggaran desa. Enggak mudah memang," kata Nadia.

Untuk tenaga kesehatan yang berjibaku di posyandu lansia, menurut Nadia, Kemenkes hanya bisa memberi bantuan seadanya. Salah satunya lewat pemberian insentif uang transportasi. "Melalui dana alokasi nonfisik di tahun 2023. Nah, 2023 ini sudah mulai. Memang jumlahnya tidak besar. Tapi, itu semacam apresiasi dari kami," ungkapnya.

Pemberian uang transportasi itu, lanjut Nadia, juga ditujukan untuk mendorong para kader di posyandu lansia untuk aktif menjemput bola. Ia mengakui masih banyak warga lansia teredukasi dengan baik mengenai problem-problem kesehatan di usia tua dan rutin mengunjungi posyandu lansia. 

"Kader kan orang sekitar sehingga dia bisa datangi keluarga yang ada lansianya. Dengan adanya posyandu di tingkat desa dan kemudian ada posyandu yang memang ada tenaga kesehatan, serta pemeriksaan berdasarkan kluster lansia di puskesmas, tentunya diharapkan bisa memperkuat sistem ini. Dan, ini memang tantangan karena enggak mudah mengedukasi lansia itu," kata Nadia.
 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan