close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Guru operator memantau pelaksanaan ujian tengah semester secara daring melalui perangkat/piranti komputer di SMKN 1 Boyolangu, Tulungagung, Jawa Timur, Senin (13/04).Foto Antara/Destyan Sujarwoko/hp
icon caption
Guru operator memantau pelaksanaan ujian tengah semester secara daring melalui perangkat/piranti komputer di SMKN 1 Boyolangu, Tulungagung, Jawa Timur, Senin (13/04).Foto Antara/Destyan Sujarwoko/hp
Nasional
Senin, 27 April 2020 16:56

Survei KPAI: 48,2% responden setuju ujian daring, asal kuota ditanggung

Ujian daring akan menjadi masalah besar ketika para siswa tidak memiliki peralatan, atau memiliki peralatan tetapi tidak memadai.
swipe

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengadakan survei pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) dan sistem penilaian jarak jauh berbasis pengaduan. Hasilnya, sebanyak 48,2% responden setuju ujian secara daring, asalkan kuotanya ditanggung sekolah atau pemerintah. Sementara sebanyak 3% setuju jika pulsa dibebankan kepada orang tua masing-masing.

Di sisi lain, sebanyak 35,9% responden tidak setuju dengan alasan sebaiknya penilaian diambil saja dari penugasan selama belajar dari rumah. Lalu, sebanyak 12,9% responden mengaku tidak setuju dengan alasan lebih baik ujian tertulis yang mana semua soal diambil dan dikembalikan orang tua ke sekolah.

“Ujian daring akan menjadi masalah besar ketika para siswa tidak memiliki peralatan, atau memiliki peralatan tetapi tidak memadai, dan tidak mampu membeli kuota internet,” ujar Komisioner KPAI bidang Pendidikan Retno Listyarti, dalam konferensi virtual, Senin (26/4).

Terlepas dari hasil survei, kata dia, pemangku kebijakan tetap harus mempertimbangkan kondisi siswa yang berbeda-beda. Pasalnya, ada anak yang orang tuanya tidak masalah dalam penyediaan kuota internet. Namun, ada juga anak dari keluarga yang tidak sanggup membeli kuota. “Yang biasanya keluarganya tidak miskin, karena Covid-19 jadi susah beli kuota internet,” ucapnya.

Di sisi lain, ia meminta para guru sebaiknya tidak terfokus pada pembelajaran dan penilaian kognitif belaka. Namun, juga harus menyeimbangkan dengan aspek afektif yang berbasis pendidikan karakter. Misalnya, mengambil dari laporan singkat terkait tugas membantu orang tua selama belajar dari rumah. “Ini akan mendekatkan hubungan anak dengan keluarga, sekaligus memberikan energi positif di rumah karena saling membantu. Penilaian efektif dapat dilakukan bisa dalam bentuk portofolio,” ucapnya.

Retno juga mendesak Kemendikbud dan Kemenag untuk menetapkan kurikulum dalam situasi darurat Covid-19. Misalnya, dengan memilih materi-materi esensial dan utama saja yang diberikan selama PJJ. Materi dengan tingkat kesulitan tinggi dan perlu bimbingan guru secara langsung sebaiknya ditiadakan.“Materi yang diujikan dalam kenaikan kelas sebaiknya materi yang sudah dibahas sebelum kebijakan belajar dari rumah. Dengan demikian tidak membebani siswa maupun guru,” ujar Retno.

Responden survei berasal dari 20 provinsi dan 54 kabupaten/kota. Kajian ini menggunakan metode survei. Lalu, dilanjutkan dengan metode deskriptif kualitatif. Survei dilaksanakan dengan teknik multistage random sampling.  Sementara teknik mengumpulan data menggunakan kuisioner diberikan lewat aplikasi google form kepada 246 pengadu sebagai responden utama dan 1.700 responden pembanding.

Tujuan survei tersebut untuk mengetahui persepsi siswa tentang pelaksanaan PJJ. Hasil survei akan digunakan KPAI untuk mengadvokasi kebijakan PJJ dan sistem kenaikan kelas di era pandemi Covid-19.

img
Manda Firmansyah
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan