Program vaksinasi Covid-19 untuk menangani pandemi telah dimulai pemerintah sejak 13 Januari lalu. Hal itu ditandai dengan penyuntikan vaksin pertama untuk Presiden Joko Widodo. Vaksinasi ditargetkan menjangkau lebih dari 181 juta rakyat Indonesia dalam waktu sesingkat mungkin, yang harapannya bisa digapai hingga akhir 2021 atau hingga pertengahan 2022.
Meskipun sudah dilakukan hampir tujuh bulan, pengetahuan publik ihwal vaksin dan vaksinasi masih belum sepenuhnya menggembirakan. Ini tecermin dari survei terbaru Lembaga Survei Indonesia menggunakan telepon pada 20-25 Juni 2021. Survei secara khusus untuk menyigi bagaimana pandangan masyarakat terhadap vaksinasi.
Sampel sebanyak 1.200 responden dipilih secara acak dari kumpulan sampel acak survei tatap muka langsung yang dilakukan pada rentang Maret 2018 hingga Juni 2021. "Mayoritas warga tahu adanya program vaksinasi pemerintah dan setuju dengan program tersebut. Namun jumlah yang percaya bahwa vaksin dapat mencegah orang tertular coronavirus lebih sedikit dibandingkan yang tahu program tersebut. Artinya, meski warga tahu program tersebut, namun terdapat sejumlah warga yang masih tidak percaya dengan efikasi vaksin," tulis Lembaga Survei Indonesia, dalam keterangan tertulis, Minggu (18/7).
Survei juga menemukan mayoritas warga belum divaksin (82.6%). Di antara mereka yang belum divaksin mayoritas bersedia divaksin (63.6%), namun cukup banyak yang tidak bersedia divaksin (36.4%) dengan beragam alasan. Alasan paling banyak adalah karena takut efek samping, menilai vaksin tidak efektif, dan merasa tidak membutuhkan vaksin karena sehat.
Terkait target vaksinasi menjangkau 181 juta orang pada 2021, mayoritas warga merasa sangat/cukup yakin pemerintah dapat memenuhi target. Namun, mayoritas warga menilai anggaran negara untuk pengadaan vaksin berpotensi disalahgunakan. Juga cukup banyak yang tidak yakin pemerintah bisa menjamin penggunaan anggaran vaksin agar tak dikorupsi.
Survei ini juga menemukan, program vaksin dinilai tepat sasaran oleh mayoritas warga. Warga juga setuju dengan program vaksin prioritas untuk tenaga kesehatan, lansia, pekerja publik, pedagang pasar, guru/dosen, dan wartawan. Namun, cukup banyak warga yang menilai vaksin sulit didapat oleh sebagian orang karena alasan domisili (bukan perkotaan) dan status sosial ekonomi.
Mengenai pengetahuan warga tentang merek vaksin tampak beragam. Di antara mereka yang tahu, pada umumnya percaya dengan vaksin. Artinya, kebanyakan warga tidak menjadikan merek vaksin sebagai isu yang menentukan. Kesediaan divaksin dan dukungan terhadap program vaksin kerap dihubungkan dengan keyakinan warga tentang berbagai misinformasi. Semakin yakin terhadap misinformasi, warga akan cenderung enggan divaksin dan kurang mendukung program vaksin pemerintah.
Dari beberapa misinformasi yang beredar tentang Covid-19 tampak bahwa lebih banyak yang tidak setuju jika Covid-19 dikatakan sebagai hoaks. Sedangkan pengobatan tradisional untuk mencegah coronavirus lebih banyak warga yang setuju.
"Namun, warga tampak terbelah antara setuju dan tidak setuju pada misinformasi bahwa otoritas kesehatan melebih-lebihkan bahaya Covid-19, juga bahwa vaksin adalah usaha memasukkan microchip dan coronavirus dibuat di laboratorium RRC," tulis survei itu.
Namun, warga cukup banyak yang tidak tahu tentang misinformasi tentang vaksin microchip dan laboratorium RRC. Adanya misinformasi ini patut jadi perhatian agar tidak meluas dan perlu upaya meluruskan agar warga mendapat informasi yang benar.
Berbagai upaya pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk mengatasi wabah diapresiasi oleh mayoritas warga. Mereka merasa puas dengan kerja presiden dalam menangani wabah. Akan tetapi, kepuasan tersebut cenderung turun dalam enam bulan terakhir. Meski bukan mayoritas, namun banyak warga yang percaya bahwa presiden bisa bekerja baik untuk mengatasi wabah. Akan tetapi, tingkat kepercayaan tersebut juga cenderung turun dalam empat bulan terakhir.
"Saat ini, warga masih terbelah antara yang ingin agar pemerintah memprioritaskan masalah kesehatan atau ekonomi. Dibandingkan survei September tahun lalu, dukungan pada prioritas ekonomi tampak meningkat sekarang. Hal ini juga tampak dari pendapat warga yang menyatakan bahwa PSBB dihentikan agar ekonomi bisa berjalan. Pendapat ini merupakan cerminan dari kondisi ekonomi yang dipersepsi dan dirasakan warga. Mayoritas menilai kondisi ekonomi Indonesia saat ini buruk, dan jumlahnya meningkat dalam lima bulan terakhir," tulis Lembaga Survei Indonesia.