Terdakwa kasus dugaan korupsi usaha perkebunan kelapa sawit tanpa izin di Provinsi Riau periode 2004-2022, Surya Darmadi, membantah dirinya dijemput paksa oleh pihak kejaksaan dalam proses pengusutan perkara yang menjeratnya. Surya mengatakan dirinya datang dengan kemauan sendiri untuk menjalani proses hukum.
Hal itu terungkap dalam persidangan yang berlangsung hari ini (16/2) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Agenda sidang adalah pembacaan nota pembelaan (pledoi) pribadi Surya Darmadi.
Mulanya, pemilik Darmex Group tersebut mengaku kaget saat mendengar pemberitaan terkait dirinya yang diduga melakukan tindak pidana korupsi dan kegiatan usaha di kawasan hutan secara ilegal di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.
Surya mengatakan, dirinya yang pada saat itu sedang berada di luar negeri, memutuskan untuk kembali ke Indonesia dan meluruskan kabar tersebut.
"Dengan etiket baik karena tidak benar berita tersebut, saya datang kembali ke Indonesia (untuk) menghadapi, mengklarifikasi, sekaligus mengikuti proses hukum yang dituduhkan kepada saya," kata Surya saat membacakan pledoi.
Surya mengklaim perusahaan yang dikelolanya tidak pernah bermasalah dengan perizinan selama menjalankan kegiatan usaha. Ia juga mengklaim dirinya dikenal sebagai pengusaha yang tidak pernah memiliki masalah dengan hukum.
Selain itu, Surya menyatakan sejumlah koleganya sempat menganjurkan untuk tidak datang kembali ke Indonesia. Namun, dirinya turut memikirkan nasib ribuan karyawan yang bekerja di perusahaan miliknya, sehingga memutuskan untuk tetap kembali ke Indonesia.
"Saya bertekad untuk kembali ke Indonesia, mengikuti dan menjalani proses hukum. Jadi, kalau kemudian saya diisukan ditangkap, dijemput oleh aparat jaksa, dengan ini saya menyatakan itu tidak benar dan pernyataan menyesatkan, karena saya datang dengan sukarela, dengan biaya sendiri tanpa didampingi siapa pun," papar Surya.
Diungkapkan Surya, ia saat itu juga telah meminta kuasa hukum untuk menyampaikan kepada pihak kejaksaan perihal kedatangannya ke Indonesia.
Sebab, ujar Surya, ia percaya jika hukum di Indonesia dapat ditegakkan dan tidak terjadi penyelewengan wewenang dalam prosesnya. Kendati demikian, ia menyayangkan bahwa dirinya harus menghadapi proses hukum sebagai terdakwa.
"Dan harapan saya kiranya persoalan ini cukup saya saja yang alami, kepada para investor tetep datang berinvestasi ke Indonesia. Namun kemudian, berita semakin memojok, mendiskreditkan diri saya dan keluarga saya, yang saya yakini tuduhan itu adalah tidak benar,"
Pada persidangan pekan lalu, JPU menuntut Surya Darmadi dengan pidana seumur hidup. Bos PT Duta Palma Group itu juga dituntut membayar denda sebesar Rp1 miliar subsider pidana kurungan enam bulan.
Atas tuntutan jaksa tersebut, Surya Darmadi mengaku tidak terima. Surya merasa dituduh telah melakukan tindak pidana pencucian uang. Ia menilai, tuntutan pidana seumur hidup yang disampaikan jaksa terkesan mengada-ada.
"Saya sebagai pengusaha, dari mulai usaha saya tidak mikir TPPU. Kalau saya ada TPPU, aku utang bank puluhan triliun. Saya nggak ada utang bank, saya ada untung saya langsung lunasi bank. Secara internasional ada CRS, Corporate Reporting System, jadi luar negeri semua dicek. Jadi, semua yang dituduh semua mengada-ada, nggak bener," ujar Surya usai mendengarkan tuntutan jaksa di persidangan, Senin (6/2).
Selain itu, ia juga mengaku tidak terima jika disebut pelaku tindak pidana megakorupsi. Pasalnya, Surya mengklaim dirinya telah menyerahkan diri dan pulang ke Indonesia untuk mengikuti proses hukum terkait perkara yang menjeratnya.
"Kalau saya megakoruptor, saya enggak pulang dari Taiwan menyerahkan diri, karena saya bukan megakoruptor," ucap Surya.