Maskapai Susi Air memastikan rute penerbengan Paro adalah jalur perintis dan masih dalam level aman tanpa ada alert peringatan. Hal itu dipastikan sebelum pesawat diserang oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) pimpinan Egianus Kogoya dan pilotnya kini harus disandera hingga hari ini atau sudah 22 hari.
Founder Susi Air, Susi Pudjiastuti mengatakan, bila ada zona merah yang telah ditentukan oleh pemerintah, maka pihaknya pasti diberitahu. Namun, hari penyerangan itu tidak ada peringatan apapun.
“Dan selama ini juga tidak ada alert yang under, istilahnya diam-diam ada alert merah juga tidak ada. Pagi itu tidak ada alert apapun,” kata Susi di SA Residence, Jakarta Timur, Rabu (1/3).
Susi menyebut, ketentuan tersebut sudah tertulis dalam aturan yang diberikan oleh pemerintah. Sementara, pemberitahuan tidak tertulis biasanya diinformasikan secara langsung supaya dapat melakukan pencegahan lebih cepat.
“Dan itu bandara resmi dan memang termasuk dalam rute pemerintah yang kita harus terbangi,” ujar Susi.
Maskapainya melakukan penerbangan 60-100 kali setiap harinya. Pada 2012, Susi Air mendapatkan kontrak rute perintis dari pemerintah dengan 60% adalah subsidi.
“70% dari penerbangan porter kita akhirnya jadi berhenti sekarang. Kalau porter terbang 1 hari sampai 40 flight 1 hari, jadi sudah lebih dari 25 flight berhenti,” ucap Susi.
Susi pun menyampaikan permintaan maafnya atas hal ini kepada masyarakat Papua, Pemerintah Daerah, dan seluruh komunitas di Papua. Terlebih, kemungkinannya mendekati nihil untuk melakukan penerbangan di wilayah pegunungan.
Dampak lainnya, pengunduran diri akan semakin meninggi bila situasi Philip tak kunjung mendekati harapan. Maka dari itu, distribusi logistik semakin mendekati kata stagnan untuk seluruh wilayah di Bumi Cendrawasih.
Ia berharap semua pihak dapat sadar, bahwa kejadian ini berdampak besar bagi kepentingan masyarakat untuk mendapatkan kebutuhan pokok maupun akses.
“Transportasi itu adalah hak-hak kemanusian yang tidak bisa dihilangkan begitu saja,” ujarnya.