Muhajidin Nur Hasim, adik kandung terpidana korupsi Muhammad Nazaruddin kembali mangkir dari panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Terhitung, sudah tiga kali Muhajidin tidak memenuhi panggilan pemeriksaan lembaga antirasuah itu.
“Muhajidin menyampaikan surat tidak bisa hadir dengan alasan sakit, namun tidak melampirkan surat keterangan dokter,” kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (17/7).
Febri menegaskan, pihaknya mengultimatum Muhajidin agar datang ke KPK pada minggu ini guna menjalani pemeriksaan oleh tim penyidik. Jika kembali mangkir, KPK tak segan-segan akan mengambil tindakan tegas.
"Kami akan membahas lebih lanjut langkah yang perlu dan dapat diambil jika saksi masih tidak hadir memenuhi panggilan penyidik," ujar Febri.
Pemanggilan pemeriksaan terhadap Muhajidin sudah dilayangkan dua kali oleh tim penyidik KPK, yakni pada Jumat (5/7) dan Senin (15/7). Surat pemanggilan telah dilayangkan. Namun, adik kandung Nazaruddin itu tidak memenuhi panggilan tersebut. Padahal, Muhajidin akan dimintai keterangan terkait kasus dugaan penerimaan gratifikasi yang menjerat politisi Partai Golkar, Bowo Sidik Pangarso.
Bowo Sidik Pangarso tersandung kasus pidana perkara suap kerja sama bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK). Namun dalam proses penyidikan, KPK mengendus adanya perkara lain yakni penerimaan gratifikasi dari pihak tertentu yang berhubungan dengan jabatan Bowo sebagai penyelenggara negara.
KPK sendiri telah mengidentfikasi empat sumber gratifikasi yang diterima Bowo Sidik, di antaranya pengesahan peraturan menteri terkait gula kristal rafinasi, beberapa kegiatan yang ada di salah satu BUMN, proses penganggaran revitalisasi empat pasar di Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara, serta proses pengalokasian anggaran pada beberapa kegiatan.
Sementara dalam perkara suap kerja sama pengangkutan di bidang pelayaran, Bowo bersama rekannya Indung diduga meminta fee dari Marketing Manager PT HTK, Asty Winasti atas kerja sama PT PILOG dengan PT ATK. Bowo menetapkan fee yang diterimanya sebesar 2 dolar AS per metric ton. KPK menduga telah terjadi enam kali penerimaan di berbagai tempat seperti rumah sakit, hotel, dan kantor PT HTK sebesqr Rp221 juta dan 85.130 dolar AS.
KPK menduga, uang tersebut oleh Bowo telah diubah ke dalam pecahan Rp50 ribu dan Rp20 ribu yang berada dalam amplop di PT Inersia Jakarta. Dalam temuan itu, KPK juga mengamankan 84 kardus berisi sekitar 400 ribu amplop berisi uang. Uang itu diduga dipersiapkan Bowo untuk serangan fajar Pemilu 2019. Pada saat itu, Bowo terdaftar dalam pencalonan anggota DPR RI di Daerah Pemilihan Jawa Tengah II.