Anggota Ombudsman RI (ORI), Robert Na Endi Jaweng, menyatakan, Badan Kepegawai Negara (BKN) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil langkah berbeda dalam merespons laporan akhir hasil pemeriksaan tentang tes wawasan kebangsaan (LAHP TWK).
BKN, terangnya, menunjukkan perkembangan terhadap tindakan korektif yang diajukan ORI. "Mereka telah melakukan pembenahan terhadap persiapan roadmap (peta jalan) terkait dengan proses peralihan pegawai suatu lembaga, tidak hanya KPK, untuk kemudian menjadi ASN," ucapnya dalam webinar, Minggu (19/9).
"Selama ini, BKN belum memilikinya (roadmap, alat ukur, instrument, asesor, dan segalanya dalam melakukan peralihan)," imbuh dia.
Sedangkan KPK, ungkap Robert, bersikap sebaliknya. Tidak ada sedikit pun pergerakan dalam tindakan-tindakan korektif yang seharusnya dilakukan. "Padahal, Ombudsman sudah memonitori selalu kedua pihak, termasuk KPK, dan terbuka kepada mereka."
Karenanya, ORI lalu mengeluarkan produk pemungkasnya, rekomendasi. Ini dilakukan lantaran banyak kasus sebelum-sebelumnya muncul tindakan korektif setelah menerima LAHP.
"Tahun lalu, kita dapat menangani 12.000 kasus, yang sebagian besar selesai di LAHP. Sangat sedikit kemudian itu sampai pada produk pemungkas, yaitu rekomendasi," jelasnya.
ORI menyampaikan rekomendasi tentang polemik TWK kepada presiden dan DPR. Langkah tersebut dilakukan sesuai peraturan-perundangan selain KPK berada di bawah rumpun eksekutif.
"Kepada presiden, kita meminta dua hal yang menjadi inti dari rekomendasi. Itulah pertama, adalah koreksi atas keputusan dari pimpinan KPK yang harus ditempatkan sebagai keputusan internal tadi dan salah secara substansi. Dan kemudian kedua, adalah mengambil alih keputusan penetapan hasil akhir terkait dengan peralihan status pegawai KPK menjadi ASN," urainya.
Di sisi lain, terang Robert, ORI juga sempat kaget dengan sikap BKN dan KPK yang menyampaikan surat keberatan atas LAHP TWK alih-alih tindakan korektif. Ini menjadi yang pertama dalam sejarah perjalanan Ombudsman, apalagi diajukan pihak terlapor.
“Kami sendiri juga kaget terus terang. Meskipun ruangnya kita siapkan untuk hak prosedural itu muncul, tetapi kami kaget karena KPK dan BKN menggunakan itu (keberatan), yang posisi mereka sebagai pihak terlapor,” tandasnya.