Kejaksaan menunggu langkah yang diambil pihak terdakwa pembunuhan berencana terhadap Yosua Hutabarat (Brigadir Yosua), Ferdy Sambo. Apalagi, bekas Kadiv Propam Polri itu divonis hukuman mati.
"Jadi, kita masih menunggu upaya-upaya berikutnya daripada terdakwa," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung), Ketut Sumedana, saat dihubungi, Senin (13/2).
Di sisi lain, Ketut menyampaikan, Kejagung menyambut baik vonis yang dijatuhkan kepada Sambo. Sebab, hukuman itu lebih tinggi daripada tuntutan (ultra petita) jaksa penuntut umum (JPU).
"Ya, kalau kita beli 5 dikasih 10 gitu, kita, kan, senang," ujarnya berkelakar.
Sementara itu, Indonesia Police Watch (IPW) menyayangkan putusan hukuman mati untuk Ferdy Sambo atas pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, berpendapat, putusan ini bersifat problematik. Alasannya, ketua hakim Wahyu Imam Santosa telah meletakkan potensi problem baru pada Polri.
"IPW melihat kejahatan Sambo tidak layak untuk hukuman mati karena kejahatan tersebut memang kejam, akan tetapi tidak sadis bahkan muncul karena lepas kontrol," katanya dalam keterangan, Senin (13/2).
Sugeng menyebut, Sambo tidak menyiksa Brigadir J sebelumnya mengeksekusinya. Dengan demikian, Tindakan bekas Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri itu diklaim tidak sadis.
Dirinya meyakini Sambo kecewa dengan putusan ini, apalagi hakim tak memasukkan hal-hal yang meringankan. Padahal, bagi Sugeng, terdakwa bersikap sopan, belum pernah diihukum, lama mengabdi di kepolisian, dan berprestasi.
Oleh sebab itu, dia meyakini Sambo berpotensi mendapat putusan lebih rendah pada tahap selanjutnya jika mengajukan banding. Apalagi, tidak ada satu hal meringankan pun yang jadi pertimbangan hakim dalam memformulasi hukuman untuk Sambo.
"Putusan mati ini adalah putusan karena tekanan publik akibat pemberitaan yang masif dan hakim tidak dapat melepaskan diri dari tekanan tersebut," ujar Sugeng.