Pondok Pesantren (Ponpes) Tebuireng, Jombang, Jawa Timur (Jatim), meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menarik kembali naskah Kamus Sejarah Indonesia Jilid I (Nation Formation) dan Jilid II (Nation Building). Alasannya, sama sekali tidak layak dijadikan rujukan bagi praktisi pendidikan dan pelajar.
"Karena banyak berisi materi dan framing sejarah yang secara terstruktur dan sistematis telah menghilangkan peran Nahdlatul Ulama (NU) dan para tokoh utama Nahdlatul Ulama, terutama peran Hadlratus Syaikh KH Mohammad Hasyim Asy'ari," ucap Humas Ponpes Tebuireng, Nur Hidayat, dalam keterangan tertulis, Selasa (20/4).
Pembingkaian (framing) sejarah secara terstruktur dan sistematis itu, sambung dia, tecermin dari tidak adanya lema NU dan Hasyim Asy'ari dalam Jilid I dan Jilid II Kamus Sejarah Indonesia yang bakal diterbitkan Ditjen Kebudayaan Kemendikbud.
Jika dicermati lebih dalam, menurut Nur, narasi yang dibangun dalam kedua jilid Kamus Sejarah Indonesia tidak tidak sesuai dengan kenyataan. Pertimbangannya, cenderung mengunggulkan organisasi tertentu dan mendiskreditkan organisasi yang lain.
"Ini menunjukkan bahwa naskah tersebut tidak layak menjadi rujukan para praktisi pendidikan dan pelajar Indonesia," jelasnya. "Di luar itu, banyak kelemahan substansial dan redaksional yang harus dikoreksi dari konten Kamus Sejarah Indonesia tersebut."
Dirinya mengingatkan, sejarah sebuah bangsa sangat penting untuk membangun peradaban di masa mendatang. Tiada satu pun bangsa yang menjadi besar tanpa memahami dan mempelajari sejarah leluhurnya. "Penulisan sejarah yang jujur merupakan tanggung jawab semua elemen bangsa," tegasnya.
Selain menarik naskah, Ponpes Tebuireng pun meminta Kemendikbud meminta maaf kepada seluruh bangsa Indonesia. "Atas kecerobohan dan kelalaian dalam penulisan kamus sejarah tersebut," tutup Nur.