Pengamat hukum pidana Universitas Lampung (Unila), Yusdianto, mengapresiasi langkah kepolisian menghentikan kasus dugaan pencemaran nama baik oleh TikToker Bima Yudho Saputro alias Awbimax Reborn.
“Saya menilai sudah tepat [Polda Lampung menghentikan kasus Bima] karena secara hukum, baik itu tempus, locus, dan delic, tidak memenuhi syarat untuk dilanjutkan,” katanya saat dihubungi di Jakarta, Rabu (19/4).
Bima sebelumnya diadukan kuasa hukum Gubernur Lampung Arinal Djunaidi, Gindha Ansori Wayka. Pangkalnya, kontennya tentang kritik atas buruknya infrastruktur jalan melalui akun TikTok @awbimaxreborn dianggap mencemarkan nama baik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung.
Polda Lampung belakang menghentikan kasus ini. Sebab, tidak menemukan unsur pidana dalam konten Bima, termasuk penggunaan kata “Dajjal” yang dianggap tak memuat unsur kebencian atau merujuk suku, agama, dan/atau ras tertentu.
Menurut Yusdianto, kepolisian juga harus memberikan perlindungan kepada Bima dan keluarganya, termasuk mencegah terjadinya kriminalisasi. Pangkalnya, sempat merasa diintimidasi buntut viralnya konten tersebut.
“Oia, dong! Kita mengharapkan bukan hanya Bima yang sekarang, tapi Bima-Bima yang lain yang kritik tidak boleh dipersekusi, apalagi dikriminalisasi,” ucapnya.
“Saya kira harus menjadi atensi aparat keamanan bahwa siapa pun yang beri masukan yang baik, yang tajam kepada pemerintah harusnya tidak boleh dikriminalisasi. Ini harus menjadi atensi aparat supaya jangan menjaga dan jadi alat kekuasaan kepala daerah untuk memproses hukum dan kriminalkan seseorang,” sambungnya.
Lebih jauh, Yusdianto berpendapat, kritik yang disampaikan Bima kepada Pemprov Lampung dan akhirnya adalah doa para warga yang kesal dengan pembangunan yang ada di daerah. Pendekatan hukum terhadap Bima pun akhirnya justru mengundang simpati dan kritik terhadap pemerintah daerah (pemda) kian menguat.
“Ini semacam doa semua masyarakat Lampung terkait kekesalan, lalu doa yang diizabah, apalagi ini bulan Ramadan dan ini dilakukan seorang anak muda dan ini dianggap sepele. Yang lain bisa dibungkam, masa anak muda saja tidak bisa? Sehingga, memantik solidaritas teman-teman yang selama ini diam,” paparnya.
Yusdianto menyampaikan demikian lantaran belum ada satu pun dari 33 janji Arinal pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Lampung 2018 yang terwujud hingga kini. “Mungkin tidak satu pun yang terealisasi.”
“Janji saat pilkada cukup muluk, seperti antarkan kampung berjaya dari infrastruktur, perekonomian, pertanian. Ini, kan, semacam khalayan, ekspektasi, tapi tidak dibarengi kerja-kerja konkret,” tutupnya.