close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto (tengah) mengunjungi salah satu ruangan di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) saat melakukan kunjungan kerja di Bandung, Jawa Barat, Senin (20/12/2019). Foto Antara/Raisan Al Farisi.
icon caption
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto (tengah) mengunjungi salah satu ruangan di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) saat melakukan kunjungan kerja di Bandung, Jawa Barat, Senin (20/12/2019). Foto Antara/Raisan Al Farisi.
Nasional
Sabtu, 28 Desember 2019 14:41

Menkes Terawan: Terapi ‘cuci otak’ bisa diterapkan, asal ada niat

“Kalau enggak ada, ya tidak ada gunanya nanti jadi mangkrak karena harus ada komitmen."
swipe

Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto mengatakan, metode "cuci otak" atau Digital Subtraction Angiography (DSA) bisa diterapkan pada rumah sakit di Bali. Selain di Bali, ia menjelaskan, DSA di rumah sakit mana pun sudah dibuat.

"SOP (standar operasional prosedur) itu ada di hospital by law, itu ditentukan oleh kepala rumah sakit, dan sah itu kalau dikerjakan," kata Terawan usai mengisi seminar di RSUP Sanglah, Denpasar, Bali, Sabtu (28/12).

Terkait anggaran yang diperlukan dalam menerapkan metode “cuci otak”, ia menuturkan, yang dibutuhkan saat ini adalah niat. Jika niat sudah ada, maka anggaran bisa dicari.

“Kalau enggak ada, ya tidak ada gunanya nanti jadi mangkrak karena harus ada komitmen, kalau mau ada alat harus ada komitmen. Komitmen itu akan dipakai untuk masyarakat dengan useful," katanya.

Ia mengatakan, DSA adalah alat yang bentuknya berupa software. Metode ini dapat disebut sebagai serangkaian diagnostik untuk menilai kondisi pembuluh darah, sehingga dapat mengetahui penyakit dari pasien dan memberikan pengobatan yang tepat.

Lebih lanjut, terkait BPJS, ia menjelaskan, itu merupakan pelayanan dasar kesehatan. Untuk itu, pihaknya meminta menyesuaikan dengan anggaran BPJS yang ada. Sebab, jika semuanya dimasukkan dalam BPJS, akan meruntuhkan kemampuan rumah sakit tersebut.

"Kemampuan bayar masyarakat yang mampu itu besar sekali, jadi jangan sampai orang yang mampu (secara finansial) justru terhalang melakukan sebuah terapi, padahal punya kemampuan. Bisa lihat klaim rasionya, justru orang miskin disedot oleh orang yang tidak miskin, kan jadinya tidak ada gotong royong di sana," ucap Terawan.

Terkait dengan kesiapan RS dan tenaga, pihaknya menilai sudah siap. Saat ini, kata dia, yang dibutuhkan adalah rumah sakit baru di daerah yang harus ditumbuhkan, agar akses pelayanan kesehatan terpenuhi sesuai dengan Universal Health Coverage (UHC) yang menjadi cakupan akses pelayanan kesehatan. (Ant).

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan