close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi Freepick.
icon caption
Ilustrasi Freepick.
Nasional
Rabu, 25 Januari 2023 13:39

Koalisi sipil desak hukuman berat bagi terdakwa mutilasi di Papua

Vonis seumur hidup oleh majelis hakim terhadap Mayo Dakhi dinilai dapat menjadi angin segar bagi perjuangan keluarga korban.
swipe

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakan Hukum dan HAM mengapresiasi putusan majelis hakim Peradilan Militer Tinggi III Surabaya atas Mayor Inf Helmanto Fransiskus Dakhi selaku terdakwa kasus pembunuhan dan mutilasi empat orang warga di Timika, Papua. Kasus ini menyeret enam anggota TNI sebagai terdakwa. 

Dalam amar putusan yang dibacakan majelis hakim di persidangan pada Selasa (24/1), Mayor Dakhi dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindakan pembunuhan berencana secara bersama-sama, sebagaimana diatur dalam Pasal 340 Jo 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP dengan hukuman penjara seumur hidup. Tak hanya itu, Mayor Dakhi juga dinyatakan dipecat dari kesatuannya di TNI.

"Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakan Hukum dan HAM mengapresiasi bunyi putusan tersebut," kata Koalisi dalam keterangan resmi, Rabu (25/1).

Koalisi memandang putusan ini dapat menjadi angin segar bagi perjuangan keluarga korban dan masyarakat Papua, kendati belum berkekuatan hukum tetap.

Menurut Koalisi, hukuman yang dijatuhkan majelis hakim tergolong berat. Selain itu, hakim dinilai berani untuk memutus perkara dengan tidak terikat pada tuntutan Oditur Militer.

"Hal ini tentu saja akan menjadi preseden yang cukup baik, mengingat spiral kekerasan terus berlangsung, utamanya bagi warga sipil Papua dengan melibatkan aparat TNI/Polri," ujar Koalisi.

Di samping itu, Koalisi menilai putusan yang dibacakan majelis hakim menandakan Oditurat Militer tidak memperhatikan konteks holistik permasalahan di Papua dalam mencari kebenaran materil selama proses persidangan berlangsung.

Selain tidak mewakili kepentingan korban, sejak awal struktur dakwaan yang disusun dinilai problematik. Dalam dakwaan, pasal penadahan secara bersama-sama sebagaimana diatur dalam Pasal 480 ke-2 Jo 55 ayat (1) KUHP ditempatkan sebagai dakwaan primer.

"Adapun selama proses persidangan, Oditur juga terlihat setengah hati. Terbukti pada pembacaan tuntutan yang hanya empat tahun," tutur Koalisi.

Koalisi menyebut, putusan terhadap Mayor Dakhi tersebut semestinya dapat menjadi acuan terhadap delapan terdakwa lainnya yang masih akan menjalani persidangan. Delapan terdakwa yang dimaksud, terdiri dari empat pelaku militer dan empat pelaku sipil.

Mereka menilai, seluruh terdakwa yang terlibat dalam kasus pembunuhan dan mutilasi harus dihukum berat. Adapun terhadap kedelapan terdakwa lainnya, koalisi menyatakan akan terus mengawal rangkaian proses persidangan yang berlangsung.

"Koalisi akan terus melakukan pengawalan terhadap seluruh rangkaian proses persidangan, agar keluarga korban dan masyarakat Papua pada umumnya mendapatkan keadilan pada kasus pembunuhan dan mutilasi empat warga sipil di Timika, Papua," ujar Koalisi.

Pada persidangan kasus ini, untuk terdakwa Mayor Dakhir, hakim Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya menyampaikan sejumlah poin putusan. Pertama, unsur tindak pidana penadahan sebagaimana pada dakwaan Primair dalam Pasal 480 ke-2 jo 55 ayat (1) KUHP tidak terbukti.

Kedua, unsur tindak pidana Pencurian dengan kekerasan sebagaimana pada dakwaan subsider diatur dalam Pasal 365 ayat (4) Jo 55 ayat (1) KUHP, tidak terbukti.

Poin berikutnya, terdakwa secara sah dan meyakinkan terbukti secara bersama-sama melakukan pembunuhan berencana sebagaimana diatur dalam Pasal 340 KUHP Jo 55 Ayat 1 Ke-1 (dakwaan lebih subsider). Keempat, Pasal 121 Ayat 1 KUHPM dinyatakan terbukti/dakwaan alternatif;

Majelis hakim juga menyampaikan hal-hal yang memberatkan putusan terdakwa, antara lain perbuatan terdakwa meresahkan dan memberikan trauma kepada korban dan masyarakat. Lalu, merusak hubungan antara TNI dan masyarakat Papua.

Poin memberatkan lainnya, yakni merusak citra TNI di masyarakat, serta menyatakan bahwa perbuatan terdakwa sadis, tidak berperikemanusiaan, dan melanggar hak asasi manusia.

img
Gempita Surya
Reporter
img
Ayu mumpuni
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan