Amnesty International Indonesia mencatat 14 kasus peretasan dan intimidasi digital terhadap aktivis HAM dari lintas bidang sepanjang April-8 Juni 2020. Dicontohkannya dengan sidang virtual oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta tentang sengketa pemblokiran internet.
Kala itu, terang Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, persidangan terganggung oleh beberapa akun yang menggunakan foto profil tidak senonoh dan membuat kebisingan.
"Bentuk lain, adalah munculnya desakan untuk membatalkan diskusi soal Papua. Diskusi yang sedianya diselenggarakan BEM UI, Sabtu lalu, misalnya. Karena pembicara dianggap tidak kompeten, maka ada desakan agar diskusi itu dibatalkan," imbuhnya via keterangan tertulis, Senin (8/6).
Usman mengungkapkan, diskusi virtual mengenai laporan Amnesty International Indonesia ke Komite HAM PBB tentang lima masalah HAM di Papua, Jumat (5/6), mendapat disrupsi serupa. Tiga pembicara diskusi menerima rentetan panggilan secara bersamaan dengan identitas penelepon dari luar negeri.
"Ini, kan, patut dipertanyakan. Bagaimana bisa tiga pembicara dalam diskusi yang sama mendapat panggilan bertubi-tubi dari lokasi yang serupa, yaitu luar Indonesia? Belum lagi diskusi kami dipenuhi peserta yang membuat kegaduhan sepanjang diskusi. Menurut hemat kami, itu adalah intimidasi terhadap perjuangan penegakan HAM di Papua," tuturnya.
Usman juga mencontohkan dengan kejadian yang menimpa pegiat advokasi dan peneliti kebijakan publik, Ravio Patra. Korban bahkan sempat ditahan dan dituduh menyebarkan pesan bernada provokatif melalui WhatsApp, padahal aplikasinya tengah diambil alih peretas.
Dirinya mengingatkan, kebebasan berpendapat dan berekspresi dijamin dalam Pasal 19 Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) serta telah diratifikasi pemerintah Indonesia. Dalam Komentar Umum Nomor 34 terhadap Pasal 19 ICCPR, instrumen ini mengikat seluruh negara yang meratifikasi.
Karenanya, Amnesty International menyarankan pemerintah memanfaatkan momentum unjuk rasa di Amerika Serikat imbas kematian warga kulit hitam, George Floyd dan kasus rasial untuk instropeksi. Pasalnya, serangkaian tindakan rasisme dan ketidakadilan akibat pelanggaran HAM bisa memantik kemarahan masyarakat dunia.
"Pembunuhan George Floyd oleh aparat harusnya dapat menjadi alarm bagi pemerintah Indonesia yang sampai sekarang masih gagal dalam melindungi dan menjamin hak asasi masyarakat Papua. Aparat keamanan yang melakukan kekerasan terlihat kebal hukum, sehingga tidak pernah ada yang diadili," tutur Usman.