Mantan anggota DPR RI Bowo Sidik Pangarso membantah pernah menerima uang sebesar 200.000 dolar Singapura dari mantan Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita guna mengamankan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) terkait Gula Rafinasi.
Bowo menerangkan, Mendag Enggar hanya memberi informasi terkait adanya pihak yang ingin menemui dirinya seusai rapat Komisi VI yang dihadiri oleh Mendag Enggartiasto. Menurut Bowo, informasi yang disampaikan Enggartiasto Lukita tidak ada hubungannya dengan Permendag Gula Rafinasi.
“Sebenarnya enggak ada hubungan (Permendag Gula Rafinasi) itu sih pak. Cuma begini ceritanya pak, pada waktu kita sidang di komisi VI, saya dengan Pak Enggar. Pak Enggar bilang sama saya ‘nanti ada orang menghubungi Pak Bowo ya’, saya bilang ya silakan saja ketemu," kata Bowo saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (23/10).
Selanjutnya, kata Bowo, dirinya kemudian dihubungi oleh seseorang yang sebelumnya diberitahu oleh Enggartiasto Lukita itu. Kepada Bowo, orang tersebut meminta kesediaan waktunya untuk bertemu. Saat Bowo pertemuan berlangsung, orang tersebut memberikan uang kepada Bowo.
Sayang, Bowo tidak menyebut lebih rinci terkait pihak yang memberikan uang kepadanya itu. Dia menambahkan, Komisi VI DPR RI juga telah menolak untuk mengesahkan Permendag terkait Gula Rafinasi.
"Jadi tidak ada (gratifikasi dari Enggartiasto). Yang memberikan uang sama sekali bukan orang Kemendag. Faktanya adalah dalam membahas gula rafinasi itu, saya tolak. Saya tolak berkaitan dengan Permendag Gula Rafinasi," tutur Bowo.
Dalam kasus ini, Bowo Sidik Pangarso didakwa telah menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp7,7 miliar. Penerimaan gratifikasi itu berasal dari berbagai sumbe. Salah satunya diduga terkait proses pengawalan Permendag tentang Gula Rafinasi.
Selain itu, Bowo juga didakwa telah menerima uang suap sebesar Rp2,6 miliar dari PT HTK terkait pengurusan kerja sama pengangkutan atau sewa kapal dengan PT PILOG. Politikus Partai Golkar itu juga didakwa telah menerima uang sebesar Rp300 juta dari Direktur Utama PT AIS, Lamidi Jimat terkait kerja sama penangkutan penyediaan BBM.
Atas perbuatannya, Bowo dijerat dengan Pasal 12 B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 KUHP.