Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), memvonis Andi Narogong 8 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan dalam kasus korupsi e-KTP. Selain itu, sidang yang dipimpin oleh hakim Jhon Halasan Butarbutar tersebut juga mewajibkan Andi membayar uang pengganti sebesar USD2,15 juta dan Rp1,186 miliar.
"Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa selama 8 tahun penjara ditambah denda Rp1 mliar," ujar hakim Jhon seperti dikutip dari Antara, Kamis (21/12).
Adapun hal dianggap memberatkan Andi ialah perbuatannya bertentangan dengan program pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas korupsi. Bahkan, pengadilan menganggap perbuatan Andi bersifat terstruktur, sistemis dan masif. Tak hanya itu, perbuatan Andi juga merugikan keuangan negara dalam jumlah besar dan masih dirasakan dampaknya di tengah-tengah masyarakat dimana masih ada warga yang sulit mendapat KTP elektronik.
“Hal yang meringankan, terdakwa sudah mengembalikan sebagian uang ygan didapat dari tindak pidana ini," tutur hakim Ansyori.
Meski demikian, hakim juga menyetujui permohonan Andi Narogong menjadi Saksi Pelaku yang bekerja sama (justice collaborator) berdasarkan keputusan pimpinan KPK No. KEP.1536/01-55/12/2017 tanggal 5 Desember 2017 tentang Penetapan Saksi Pelaku yang bekerja sama.
Sementara dalam sidang putusan terhadap Andi, hakim juga menyebut adanya aliran dana terhadap Setya Novanto.
"Setya Novanto memperoleh uang dari pencairan KTP-e sebear 1,8 juta dolar AS dan 2 juta dolar AS serta uang 383.040 dolar Singapura," kata anggota majelis hakim Emilia Subagdja.
Atas putusan itu, Andi menyatakan menerima putusan. Vonis itu sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta agar Andi Narogong divonis 8 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan ditambah pidana tambahan membayar uang pengganti 2,15 juta dolar AS dan Rp1,18 miliar subsider 3 tahun penjara.
Putusan itu berdasarkan dakwaan pertama pasal 2 ayat 1 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP yang ditetapkan oleh majelis hakim yang terdiri dari Jhon Halasan Butarbutar, Frangki Tumbuwun, Emilia Subagdja, Anwar dan Ansyori Saifudin.
Sebagai seorang pengusaha, Andi memiliki beberapa perusahaan di antaranya adalah PT Cahaya Wijaya Kusuma, PT Lautan Makmur Perkasa, PT Aditama Mitra Kencana, PT Armor Mobilindo, CV Sinar Berlian Pratama, PT Tanjung Sekarwangi, PT Selaras Korin Pratama, Prasetya Putra Nayah, dan Inayah Properti Indonesia.