Terpaksa mudik dengan sepeda motor, sebab ongkos bus mahal…
Laju sepeda motor Dirin terhenti di daerah Jelambar, Jakarta Barat. Istrinya berteriak, koper yang mereka taruh di bagian belakang sepeda motor nyaris jatuh lantaran tali pengikatnya copot.
Malam itu, Dirin, istri, dan seorang anaknya yang berusia tiga tahun hendak mudik ke Purwokerto, Jawa Tengah menggunakan sepeda motor. Dirin memutuskan mudik dengan sepeda motor karena harga tiket bus mengalami kenaikan pada musim mudik Lebaran tahun ini.
Karena ongkos bus mahal
Dirin mengungkapkan, jika ke Purwokerto menggunakan bus, ia mesti mengeluarkan ongkos paling tidak Rp400.000 per orang.
“Kalau dikali tiga, saya harus siapin uang Rp1,2 juta untuk ongkos mudik ke kampung,” kata Dirin saat berbincang dengan reporter Alinea.id di Jelambar, Jakarta Barat, Kamis (28/4).
Sementara dengan menggunakan sepeda motor, Dirin mengatakan, hanya perlu mengeluarkan ongkos bensin Rp120.000. Bila lalu lintas lancar, biaya itu bisa lebih murah.
“Jadi, kalau dihitung buat makan dan sebagainya, paling habis Rp300.000,” ujar Dirin yang bekerja sebagai buruh pabrik.
Di bilangan Grogol, Jakarta Barat, Ating tengah menunggu rekan-rekannya yang akan datang dari arah Tangerang, Banten. Mereka janjian mudik bersama menggunakan sepeda motor ke Banyumas, Jawa Tengah.
“Tadinya saya mau naik bus. Tapi (tiketnya) mahal, rata-rata Rp300.000 sampai Rp350.000,” ujarnya, Kamis (28/4).
Akhirnya, Ating beserta istri dan seorang anaknya memutuskan pulang kampung menggunakan sepeda motor agar irit ongkos. Berdasarkan pengalamannya, Ating hanya menghabiskan uang sebesar Rp200.000 untuk bensin dan makan selama perjalanan bermotor ke Banyumas.
“Tapi jujur, kalau boleh milih sih, saya pengen (mudik) pakai bus sebenarnya, enggak cape,” kata Ating.
Di daerah Cikokol, Tangerang, Banten juga berseliweran pemudik dengan sepeda motor. Mereka ada yang berkumpul di beberapa pom bensin untuk mengisi bahan bakar atau mengunggu rekan seperjalanan.
Salah seorang pemudik tersebut adalah Tri Nurrahman. Ia memilih menggunakan sepeda motor ke Kebumen, Jawa Tengah—sama seperti Dirin dan Ating—karena menghemat ongkos.
“Hitung-hitung ngirit duitnya, buat kasih saudara di kampung,” ujarnya, Kamis (28/4).
Bukan cuma pemudik yang menggunakan angkutan darat, keluhan juga datang dari pemudik yang akan menggunakan angkutan udara. Titiantoro misalnya. Ia memutuskan batal mudik ke Surabaya, Jawa Timur dari Samarinda, Kalimantan Timur lantaran harga tiket pesawat melonjak.
“Enggak tanggung-tanggung, naiknya lebih dari 100%,” ujar Titiantoro saat dihubungi, Selasa (26/4).
“Dulu, Lebaran 2019 harga tiket pesawat Samarinda-Surabaya paling mahal Rp2 juta, sekarang naik sampai Rp6 juta.”
Padahal, ia sudah menyisihkan ongkos mudik sebesar Rp12 juta untuk lima orang anggota keluarga. Titiantoro menilai, harga tiket pesawat musim mudik tahun ini tak masuk akal. Sehingga ia memutuskan tak mudik dan menyimpan uangnya untuk keperluan lain.
Penyebab ongkos bus mahal
Seorang koordinator agen tiket bus di Roxy, Jakarta Barat, Purwanto berdalih, kenaikan ongkos bus, terutama kelas eksekutif, hingga dua kali lipat untuk menyiasati beban biaya saat kembali ke Jakarta guna mengangkut penumpang.
“Karena bus balik ke Jakarta kosongan, enggak ada pemasukan,” ujarnya, Rabu (27/4).
Purwanto mengatakan, beberapa perusahaan otobus (PO) yang ia tangani menaikkan ongkos tiket sesuai harga pasar. Menurutnya, rata-rata bus yang ia tawarkan ke warga adalah bus eksekutif, yang tidak punya aturan harga batas atas dan bawah.
“Sebenarnya kami juga enggak untung banyak karena ada mudik gratis, ada yang pilih pakai kendaraan pribadi, dan motor,” tuturnya.
Purwanto menyebut, harga tiket bus ke beberapa daerah di Jawa Tengah naik 80% hingga 100%. Tiket bus ke Semarang misalnya, semula Rp150.000 naik menjadi Rp280.000.
“Kalau tanggal 29 (April) atau 30 (April) bisa naik jadi Rp300.000,” ujar Purwanto.
Purwanto mengaku tak menyediakan bus ekonomi lantaran minat orang terhadap bus tersebut sudah menurun. “Sekarang masyarakat nyari kenyamanan. Bukan lagi murah, tapi sengsara,” kata dia.
Sedangkan seorang agen tiket bus di Terminal Poris Plawad, Tangerang, Banten, Nuke mengaku menaikkan harga tiket bus sebesar 50% untuk jurusan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Harga tiket bus eksekutif yang semula Rp150.000 naik menjadi Rp200.000 atau Rp250.000.
Bahkan, kata Nuke, ada sejumlah agen bus eksekutif jurusan Pekalongan, Jawa Tengah yang menaikkan harga tiket hingga Rp350.000. “Karena pelayanannya bagus, dia bus baru dan ada service makan,” ujar Nuke, Rabu (27/4).
Dihubungi terpisah, Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Budi Setyadi mengatakan, ongkos mudik yang tinggi pada angkutan darat karena banyak bus eksekutif yang muncul menggunakan mekanisme pasar menaikkan harga tiket saat musim mudik Lebaran.
“Kalau bus ekonomi, tarifnya pasti diatur. Tapi kalau bus premium, enggak diatur. Dia ikut mekanisme pasar,” kata Budi saat dihubungi, Kamis (28/4).
“Kenapa demikian? Karena bus premium itu fasilitasnya bermacam-macam.”
Oleh karenanya, ia meminta warga pintar memilih angkutan untuk mudik, yang lebih terjangkau dan tak asal percaya membeli tiket di agen pinggir jalan atau calo di luar terminal.
“Kalau kendaraan itu berangkat dari terminal, pasti dikontrol. Makanya masyarakat jangan semaunya sendiri menggunakan bus yang tidak masuk terminal,” tuturnya.
Terkait tingginya harga tiket, sehingga tak sedikit warga yang memilih mudik menggunakan sepeda motor, Budi menjelaskan, Kemenhub telah berupaya mengalihkan pemudik agar memanfaatkan angkutan umum yang lebih aman. Salah satunya menggelar mudik gratis naik bus atau kereta api.
Namun, ia mengakui, mudik Lebaran tahun ini pihaknya hanya punya anggaran yang sangat sedikit untuk menggelar mudik gratis. Sehingga kurang maksimal mengurangi jumlah pemudik yang menggunakan sepeda motor.
“Karena memang kondisi pandemi. Jadi, Kemenhub enggak menyiapkan untuk anggaran kita dari awal,” ucapnya.
Budi menyarankan para pemudik yang telanjur menggunakan sepeda motor agar tak berlebihan membawa barang, yang bisa membuat berkendara tak nyaman.
“Bawa barang bawaan sesuai dengan kebutuhan saja, aspek keselamatan lebih diutamakan,” ujarnya.
“Di beberapa jembatan timbang Pantura itu saya jadikan rest area untuk sepeda motor, jadi silakan istirahat bila lelah.”
Sementara itu, pengamat transportasi Djoko Setijowarno menilai, lebih banyak bus kelas bisnis dan eksekutif yang beroperasi menyebabkan harga tiket naik tinggi. Terutama di musim mudik.
Tarif batas atas dan bawah untuk tiket bus ekonomi diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 36 Tahun 2016 tentang Tarif Dasar, Tarif Batas Atas, dan Tarif Batas Bawah Angkutan Penumpang Antarkota Antarprovinsi Kelas Ekonomi di Jalan dengan Mobil Bus Umum. Sedangkan bus bisnis dan eksekutif tak ada aturannya.
“Sehingga bus yang ada itu (adalah) bus eksekutif yang harganya mahal untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah,” ucap Djoko, Senin (25/4).
“Bus yang benar-benar ekonomi sudah jarang. Bus eksekutif itu harganya ikut mekanisme pasar.”
Menurut Djoko, pemerintah belum berani mengintervensi bus eksekutif karena masing-masing pelayanan armada itu berbeda. Imbasnya, sulit mematok tarif batas atas dan bawah.
Lebih lanjut, Djoko menuturkan, ongkos mudik yang mahal bisa disiasati dengan berangkat dari terminal. Bukan lewat agen bus di pinggir jalan, yang tak terpantau petugas dan banyak praktik percaloan.
"Sebenernya yang terlalu mahal itu bisa ditindak oleh Direktorat Angkutan Jalan (Dirjen Perhubungan Darat, Kemenhub),” ujar dia. “Tapi ya itu, kalau bus eksekutif enggak bisa (ditindak).”