Sebanyak tiga warga di Tanjungpinang, Kepulauan Riau, diketahui teridentifikasi terpapar radikalisme. Dari ketiga warga tersebut, menurut pantauan polisi salah satunya sampai rela meninggalkan anak dan istrinya.
Kapolres Tanjungpinang, AKBP Ucok Lasidin Silalahi, mengatakan ketiga warga Tanjungpinang itu terpapar radikalisme melalui media sosial. Meski telah terpapar, beruntung mereka belum sampai melakukan kegiatan amaliyah atau teror.
“Memang kebanyakan yang kami temukan, pendekatan ideologi radikalisme dilakukan melalui media sosial,” kata Ucok di Mapolres Tanjungpinang.
Ucok mengatakan, ketiga orang yang teridentifikasi terpapar paham radikalisme di Tanjungpinang, salah satunya dilihat oleh warga sehari-harinya sangat tertutup. Sebab, warga menilai orang yang terpapar radikalisme itu jarang berkomunikasi. Bahkan, ia rela meninggalkan anak dan istrinya.
Karena itu, menurut Ucok, untuk mencegah penyebaran paham radikalisme, pihaknya melaksanakan beberapa program pencegahan dengan melibatkan Babinkamtibmas dan personel lain, berupa Subuh keliling, Jumat keliling dan Minggu keliling.
Selain itu, pihaknya pun terus melakukan program kontraradikal. Saat ini, kata Ucok, kondisi ketiga orang tersebut sudah baik, meski tetap diawasi untuk mencegah adanya kegiatan teror di wilayah sekitar Tanjungpinang.
Tak hanya kepada warga, program kontraradikal juga menyasar sekolah, sekolah tinggi dan pondok pesantren. Menurut Ucok lembaga pendidikan dan keagamaan perlu didekati dengan pemberian materi kepemimpinan dan bela negara untuk mencegah generasi muda terjebak paham radikalisme.
"Kami juga koordinasi dan berkomunikasi untuk penindakan terhubung dengan Densus 88 regional, ada di wilayah Sumatera dan Kepri. Ada BNPT di daerah juga," kata Ucok.
Secara terpisah, pemimpin Pondok Pesantren Darul Mukhlasin Tanjungpinang, Ustaz Muhammad Muslim, yang 38 santrinya diberikan materi kontraradikal dan antihoaks menilai datangnya pihak kepolisian ke tempatnya merupakan upaya untuk mencegah santri terpengaruh kebencian kepada negara.
"Perasaan dari kami, datangnya polisi membuat kami merasa aman, terlindungi, diperhatikan penegak hukum," kata Muslim.
Dengan sosialisasi itu, santri disebutnya memahami ada kelompok-kelompok di Indonesia yang melakukan teror karena terpapar paham radikal. (Ant)