Eks Ketua Unit Layanan Pengadaan (ULP) Badan Keamanan Laut (Bakamla), Leni Marlena, diserahkan penyidik ke jaksa penuntut umum (JPU). Pelimpahan tersangka dugaan korupsi pengadaan backbone coastal surveillance system (BCSS) di Bakamla tahun anggaran 2016 itu dilakukan setelah berkas perkara dinyatakan lengkap.
"Rabu (31/3), dilaksanakan Tahap II (penyerahan tersangka dan barang bukti) oleh tim penyidik kepada tim JPU dengan tersangka LM (Leni Marlena)," kata Pelaksana tugas Juru Bicara bidang Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri.
Penahanan Leni selanjutnya menjadi kewenangan JPU selama 20 hari terhitung sejak 31 Maret 2021. Menurut Ali, penahanan Leni masih dititipkan di Rutan KPK Gedung Merah Putih, Jakarta.
Dalam 14 hari kerja, berkas perkara segera dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi. Leni akan diadili di PN Tipikor Jakarta Pusat.
"Selama proses penyidikan telah dilakukan pemeriksaan 61 saksi yang di antaranya pihak-pihak internal di Bakamla RI dan unsur dari pihak swasta lainnya," jelas Ali.
Dalam kasusnya, KPK juga menetapkan eks anggota ULP, Juli Amar Ma'ruf, sebagai tersangka. Juli sudah dilimpahkan juga ke JPU, Selasa (30/3). Perkara ini bermula pada 2016 saat ada usulan anggaran pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan Bakamla Integrated Information System (BIIS) sebanyak Rp400 miliar. Mulanya, anggaran untuk usulan itu tidak bisa digunakan.
Akan tetapi, ULP Bakamla tetap memulai proses lelang tanpa persetujuan anggaran dari Kementerian Keuangan. Lalu, pada 16 Agustus 2016, ULP mengumumkan lelang pengadaan BCSS yang terintegrasi BIIS dengan pagu anggaran Rp400 miliar dan nilai harga perkiraan sendiri (HPS) Rp399,8 miliar.
Menurut KPK satu bulan berselang, PT CMI Teknologi (CMIT) ditetapkan sebagai pemenang lelang. Lalu, Oktober 2016 terjadi pemotongan anggaran oleh Kemenkeu. Meski nilai anggaran sudah berkurang dari HPS, ULP tidak melakukan lelang ulang, tetapi bernegosiasi dalam bentuk design review meeting (DRM) dengan PT CMIT.
Selanjutnya 18 Oktober 2016, kontak ditandatangani Bambang Udoyo yang kala itu pejabat pembuat komitmen dan Direktur Utama PT CMIT, Rahardjo Pratjihno. Nilai kontrak mencapai Rp170,57 miliar yang duitnya bersumber dari APBN-P 2016.
Perbuatan para tersangka diduga membuat negara merugi Rp63,8 miliar. Karenanya, Leni dan Juli disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juntco Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.