Kejaksaan Agung (Kejagung) menyerahkan seorang jaksa Kejari Yogyakarta Satriawan Sulaksono ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dia merupakan salah satu tersangka kasus dugaan suap lelang proyek pada Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (PUPKP) Kota Yogyakarta tahun anggaran 2019.
Penyerahan itu dilakukan Kejagung melalui perwakilan dari Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) Muhammad Yusni, dan Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel) Jan S Marinka.
"Tadi sekitar pukul 12.30 WIB atau 13.00 WIB siang ini ada tamu dari kejagung yang menyerahkan satu orang tersangka jaksa SSL (Satriawan Sulaksono) yang kemarin sudah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus suap terkait proyek di Jogja," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu (21/8).
Satriawan merupakan salah satu dari tiga tersangka yang ditetapkan tersangka oleh KPK. Saat operasi senyap di Yogyakarta pada Senin (19/8). Lembaga antirasuah itu memang tidak memboyong Satriawan ke gedung Merah Putih guna dilakukan secara intensif. Status Daftar Pencarian Orang (DPO) pun tidak diberikan kepada KPK terhadap Satriawan.
Dikatakan Febri, pihaknya tidak pernah memberikan status DPO terhadap jaksa yang bertugas di Kejari Yogyakarta itu. KPK, kata Febri, hanya memberi imbauan kepada Satriawan agar menyerahkan diri ke Gedung Merah Putih KPK.
"Memang belum ada status DPO pada yang bersangkutan. Tetapi kemarin dalam keadan tertentu ketika KPK menetapkan tersangka, (Satriawan) itu belum berada di tangan KPK. Tetapi kami yakin dengan bukti yang cukup maka kami tetapkan sebagai tersangka. Karena itu diimbau untuk menyerahkan diri," ucapnya.
Dia menghargai tindakan Kejagung untuk mengantarkan Sulaksono ke Gedung Merah Putih guna dilakukan proses penanganan hukum. Selain itu, Febri berharap kepada jajaran Korps Adhyaksa dapat bersikap kooperatif jika pihaknya membutuhkan keterangan terhadap salah satu jajaran jika dimintai keterangan sebagai saksi.
"Karena tim pasti membutuhkan pemeriksaan terhadap saksi-saksi yang terkait, apakah dari kejaksaan atau dari pihak lainnya. Tentu ini koordinasi yang bagus dan komitmen yang sama, bahwa kasus ini harus dituntaskan," ucapnya.
Terpisah, Jamintel Kejagung Jan S Marinka menyatakan, pihaknya selalu mendukung segala upaya yang dilakukan oleh KPK guna melakukan pembersihan terhadap aparat penegak hukum yang terlibat praktik rasuah.
"Bukti pada hari ini justru kita menunjukkan bahwa adanya penyerahan ke KPK untuk melaksanakan proses hukum selanjutnya," ujar Marinka.
Selain Satriawan, KPK juga tetapkan dua orang tersangka yakni Direktur Utama PT Manira Arta Mandiri (Mataram) Gabriella Yuan Ana, serta jaksa di Kejaksaan Negeri Yogyakarta atau anggota Tim Pengawalan, Pengamanan Pemerintahan, dan Pembangunan Daerah (TP4D) Eka Safitra.
Satriawan diduga berupaya untuk mengenalkan salah satu pengusaha yang akan mengikuti tender proyek rehabilitasi saluran air hujan di Jalan Supomo, Yogyakarta yakni Gabriella kepada Eka.
Diduga, keduanya telah mengatur proses pemenangan tender proyek dengan pagu sebesar Rp10,89 miliar untuk dimenangkan oleh salah satu perusahaan milik Gabriella. Perusahaan yang dimenangkan yakni PT Widoro Kandang (WK). Saat itu disepakti kontrak kerja dengan nilai sebesar Rp8,3 miliar.
KPK menduga, Eka meminta jatah sebesar 5% dari nilai proyek tersebut. Peneyerahan uang dilakukan sebanyak tiga kali. Pada pemberian pertama sebesar Rp10 juta diserahkan pada 16 April 2019.
Kemudian pada 15 Juni 2019 terjadi pemberian kedua dengan nilai Rp100,87 juta. Diduga uang tersebut merupakan realisasi 1,5% dari total komitmen fee secara keseluruhan.
Pada pemberian ketiga terjadi pada 19 Agustus 2019, dengan nilai sebesar Rp110,87 juta atau 1,5% dari nilai proyek yang juga bagian dari tahapan memenuhi realisasi komitmen fee secara keseluruhan.
Uang tersebut yang diamankan KPK dalam giat operasi senyap. Jika ditotal pemberian sebanyak tiga kali itu, Eka telah menerima uang sebesar Rp211,74 juta.
Sedangkan sisa fee sebeaar 2% direncanakan akan diberikan setelah pencairan uang muka pada minggu keempat bulan Agustus 2019.
KPK menyangkakan kedua jaksa yang diduga sebagai pihak penerima dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Gabriella Yuan Ana yang diduga sebagai pihak pemberi disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.