Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyebut, penambahan opsi tes GeNose C19 sebagai syarat pelaku perjalanan dalam negeri bertujuan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap fasilitas tes Covid-19. Terkhusus, di beberapa tempat potensi antrean, seperti di terminal transportasi umum.
Ia menambahkan, tes GeNose dan rapid test antigen digunakan untuk skrining Covid-19. Sedangkan tes PCR (polymerase chain reaction) digunakan untuk diagnosa Covid-19. “Tentunya, ada perbedaan akurasi antara metode skrining dan diagnosa,” ucapnya dalam konferensi pers virtual, Selasa (20/4).
Ia pun merinci berbagai terminal transportasi udara dan laut yang telah tersedia tes GeNose, yaitu Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta di Tangerang, Banten; Bandar Udara Internasional Juanda di Surabaya, Jawa Timur; Yogyakarta International Airport di Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY); Bandar Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II di Palembang, Sumatera Selatan; Bandar Udara Internasional Husein Sastranegara di Bandung, Jawa Barat.
Lalu, Bandar Udara Internasional Hang Nadim di Kota Batam, Kepulauan Riau; Bandar Udara Internasional Ngurah Rai di Denpasar, Bali; Bandar Udara Aji Pangeran Tumenggung Pranoto di Samarinda, Kalimantan Timur; Bandar Udara Sultan Thaha Syaifuddin di Kota Jambi, Jambi; Bandar Udara Depati Amir di Kota Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung; Bandar Udara Internasional H.A.S. Hanandjoeddin di Tanjung Pandan, Kepulauan Bangka Belitung; serta Bandar Udara Silampari di Kota Lubuklinggau, Sumatera Selatan.
Selain itu, tes GeNose juga tersedia di pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya, Jawa Timur, pelabuhan Tanjung Mas di Semarang, Jawa Tengah, dan pelabuhan Trisakti di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
“Penting untuk diingat, tidak semua masyarakat yang bepergian tidak bertujuan untuk mudik. Oleh karena itu, alat GeNose akan tetap dioperasikan untuk melakukan skrining bagi masyarakat yang ingin melakukan perjalanan dan sudah memenuhi persyaratan yang ditentukan,” tutur Wiku.
Sebelumnya, ahli epidemiologi dan biostatistik Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono, menyatakan, produk inovasi Universitas Gadjah Mada (UGM) itu hingga kini baru dipakai terbatas. Negara lain pun ada yang mengembangkan teknologi serupa, tetapi takkan pernah mengizinkan pemanfaatannya secara masif lantaran masih banyak alat penapisan (screening) yang lebih akurat, seperti tes cepat (rapid test) antigen.
"(GeNose) tes ini tidak mungkinlah menggantikan tes antigen. Kalau ada orang yang memaksa menggantikan tes antigen, orang itu patut dicurigai karena orang itu ingin menjual produk yang tidak sempurna,” ujarnya kepada Alinea, Senin (1/2).
Jika GeNose tidak sempurna, menurut Pandu, berpotensi adanya calon penumpang KA dengan hasil negatif palsu (false negative). Imbasnya, memberikan keamanan semu dan berpotensi menularkan Covid-19.