Anggota Tim Gabungan Pencari Fakta, Hendardi, membenarkan penyidik kepolisian yang menangani kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, telah memeriksa bekas Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol M Iriawan.
“Iya, sudah lama diperiksa,” kata Hendardi yang enggan merinci hasil pemeriksaan terhadap Iriawan saat dihubungi Alinea.id di Jakarta, Kamis (11/7).
Menurut Hendardi, Irjen Pol Iriawan atau biasa disapa Iwan Bule telah diperiksa sebagai saksi. Pihak penyidik merasa perlu meminta keterangan Iwan saat dirinya menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya.
Saat ditanya terkait soal Jenderal polisi lainnya yang turut diperiksa atas kasus Novel Baswedan, Hendardi enggan menjawab lebih lanjut. Hendardi meminta agar seluruh pihak menunggu hasil penyelidikan. Setelah rampung, pihaknya akan mengadakan konferensi pers pekan depan.
"Minggu depan baru diumumkan ya," ucap Hendardi.
Seperti diketahui, tim pakar pengusutan kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan telah menyerahkan laporan kepada Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian pada Selasa (9/7) malam. Laporan tersebut saat ini dipelajari oleh Polri sebelum nantinya pada pekan depan diumumkan oleh tim pakar dan Polri.
Sementara itu, Amnesty International Indonesia berharap dapat dibentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang baru. Tim tersebut terdiri atas berbagai pihak masyarakat sipil.
"Dalam pandangan kami dan sejumlah organisasi masyarakat sipil, diperlukan satu tim gabungan pencari fakta yang bukan sekedar tim di kepolisian, tetapi melibatkan para ahli dan para tokoh yang mempunyai integritas moral yang tinggi," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid.
Untuk pembentukan TGPF baru tersebut, Usman menyebut ada yang bisa dijadikan referensi semisal TGPF kasus Munir saat era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau TGPF kasus kerusuhan 98 saat kepemimpinan Presiden BJ Habibie.
"Sekiranya dua itu bisa dijadikan rujukan tetap untuk mengakomodir suara masyarakat sipil," ujar Usman.
Kendati demikian, Usman menyebut, Polri tetap berkewajiban mengusut perkara Novel. Namun, diperlukan tim lain yang berasal dari kalangan sipil untuk mengikuti sekaligus mengawasi penyelidikan. Sebab tanpa ada kalangan sipil, dikhawatirkan kasus tersebut akan mandek.
"Pada akhirnya harus ditangkap tersangka, berdasarkan bukti, ya itu yaitu tugas dan kewenangannya Polri, namun tim gabungan itu dipandang perlu karena dalam pengalamannya seringkali jika tanpa pengawasan dari kalangan masyarakat sipil, kasus-kasus semacam ini berakhir tanpa kejelasan," tutur Usman
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono, mengatakan dalam kasus Novel Baswedan, pihaknya telah membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang terdiri atas penyidik KPK, penyidik Polda Metro Jaya serta pakar.
"Tim dibentuk sesuai instruksi bapak Kapolri Tito Karnavian dan sudah berakhir kemarin, tapi tentunya dari tim sudah menyusun laporannya. Laporan nanti akan dikirim ke pimpinan Polri," kata Argo.
Kendati tugas TGPF sudah berakhir, Argo mengamini apa yang dikatakan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Gatot Eddy Pramono pada Amnesty International Indonesia sebelumnya. Di mana, kasus tersebut tidak akan dan tidak boleh dihentikan.
"Semuanya masih tetap berjalan ya," kata Argo.
Peristiwa penyerangan Novel terjadi pada 11 April 2017 saat penyidik senior di lembaga antirasuah itu seusai salat Subuh. Kepolisian sempat memeriksa sejumlah saksi, termasuk 'Mata Elang'. Namun, pemeriksaan itu tak membuahkan hasil.
Kepala Kepolisian Jenderal Tito Karnavian kemudian membentuk TGPF yang terdiri dari unsur kepolisian, pakar, akademisi, KPK, dan organisasi masyarakat sipil dengan jumlah 65 orang. Mereka bertugas sejak 8 Januari hingga 7 Juli 2019.