close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Mantan Kadiv Hubungan Internasional Polri, Irjen Napoleon Bonaparte (mengenakan rompi tahanan), saat pelimpahan tahap II kasus dugaan pencabutan red notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra di Kantor Kejari Jaksel, DKI Jakarta, Jumat (1
icon caption
Mantan Kadiv Hubungan Internasional Polri, Irjen Napoleon Bonaparte (mengenakan rompi tahanan), saat pelimpahan tahap II kasus dugaan pencabutan red notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra di Kantor Kejari Jaksel, DKI Jakarta, Jumat (1
Nasional
Jumat, 12 Maret 2021 08:01

ICW ungkap 3 alasan Napoleon dan Prasetijo layak dihukum berat

ICW desak Polri pecat dua perwira tinggi itu dengan tidak hormat.
swipe

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai vonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta Pusat terhadap Brigadir Jenderal Pol. Prasetijo Utomo dan Inspektur Jenderal Pol. Napoleon Bonaparte terlalu ringan. Bagi ICW, vonis terkesan mengecilkan pemaknaan kejahatan korupsi oleh dua perwira tinggi Polri itu.

"ICW beranggapan vonis yang pantas dijatuhkan kepada Prasetijo dan Napoleon adalah penjara seumur hidup. Keduanya juga layak diberi sanksi denda sebesar Rp1 miliar," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana secara tertulis, Kamis (11/3).

Dalam kasus suap red notice terpidana hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra, Prasetijo divonis 3,5 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan karena terima suap US$100.000. Napoleon divonis 4 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan bui lantaran terima suap US$370.000 serta S$200.000.

Keduanya terbukti melanggar Pasal 5 ayat (2) Jo Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

ICW, lanjut Kurnia, juga mempertanyakan dasar putusan majelis yang menggunakan Pasal 5 ayat (2) UU Tipikor. Menurutnya, itu mengakibatkan vonis terdakwa menjadi sangat ringan karena maksimal ancaman dalam pasal itu hanya lima tahun penjara.

"Semestinya hakim dapat menggunakan Pasal 12 huruf a UU Tipikor, yang mengatur pidana penjara minimal empat tahun dan maksimal seumur hidup," jelasnya.

Menurut Kurnia, Prasetijo dan Napoleon layak dihukum maksimal karena saat melakukan kejahatan mereka merupakan penegak hukum. Sehingga, praktik lancung yang dilakukan keduanya bisa meruntuhkan citra Polri di masyarakat.

Alasan kedua, Prasetijo dan Napoleon selaku penegak hukum malah bekerja sama dengan buronan, yakni Djoko. Menurutnya, dalam fakta persidangan terungkap Prasetijo membantu istri Djoko membuat surat yang ditembuskan ke Interpol Polri dan bersurat ke Anna Boentaran terkait informasi red notice Djoko.

"Sedangkan Napoleon sendiri dianggap terbukti menyurati Dirjen Imigrasi agar status daftar pencarian orang Joko Tjandra dihapus. Ketiga, akibat tindakan tercela yang dilakukan oleh keduanya justru menghambat proses hukum untuk dapat menjebloskan narapidana Joko S Tjandra ke lembaga pemasyarakatan," ucapnya.

Berdasarkan data ICW, Kurnia mengatakan, vonis dua orang tersebut lebih rendah atau sama dibandingkan hukuman eks Kepala Desa Wanakaya, Indramayu, Jawa Barat, Jenuri, pada Desember tahun lalu.

Jenuri terbukti melakukan korupsi yang merugikan keuangan negara Rp168 juta dan divonis 4 tahun penjara. Prasetijo dan Napoleon, ucap Kurnia, yang dianggap terima suap lebih Rp8 miliar dari Djoko malah divonis 3 tahun 6 bulan penjara dan 4 tahun penjara. 

"Di luar itu, ICW juga mendesak agar Kepolisian Republik Indonesia melakukan pemberhentian tidak dengan hormat kepada dua perwira tinggi Polri tersebut," pungkasnya.

img
Akbar Ridwan
Reporter
img
Fathor Rasi
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan