Studi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan University of Brighton, Inggris, mendeteksi adanya kontaminasi parasetamol yang tinggi di Teluk Jakarta, terutama di muara Sungai Angke dan muara Sungai Ciliwung Ancol dengan kadar masing-masing 610 nanogram/liter dan 420 nanogram/liter. Studi itu tertuang dalam Marine Pollution Bulletin.
Peneliti BRIN, Zainal Arifin, menduga cemaran parasetamol tersebut kemungkinan berasal dari tiga sumber. Pertama, ekskresi akibat konsumsi masyarakat yang berlebihan di masyarakat.
“Dengan jumlah penduduk yang tinggi di kawasan Jabodetabek dan jenis obat yang dijual bebas tanpa resep dokter, memiliki potensi sebagai sumber kontaminan di perairan," ucapnya dalam keterangan tertulis.
Dua potensi lainnya berasal dari rumah sakit dan industri farmasi. Ini imbas tidak optimalnya sistem pengelolaan air limbah. "sehingga sisa pemakaian obat atau limbah pembuatan obat masuk ke sungai dan akhirnya ke perairan pantai,” jelasnya.
Parasetamol merupakan salah satu kandungan yang berasal dari produk obat atau farmasi yang banyak dikonsumsi masyarakat secara bebas tanpa resep dokter.
Jika dibandingkan dengan pantai-pantai lain di belahan dunia, konsentrasi parasetamol di pesisir Ibu Kota relatif tinggi dibandingkan di pantai Brasil (34,6 ng/L), pantai utara Portugis (51,2-584 ng/L).
Meski masih merupakan penelitian awal dan perlu riset lanjutan, peneliti BRIN lainnya, Wulan Koaguow, khawatir tingginya paparan konsentrasi Parasetamol itu berdampak terhadap organisme laut di Teluk Jakarta. "Memiliki potensi yang buruk bagi hewan-hewan laut."
"Hasil penelitian di laboratorium yang kami lakukan, menemukan bahwa pemaparan parasetamol pada konsentrasi 40 ng/L telah menyebabkan atresia pada kerang betina dan reaksi pembengkakan. Penelitian lanjutan masih perlu dilakukan terkait potensi bahaya parasetamol atau produk farmasi lainnya pada biota-biota laut," imbuhnya.
Sementara itu, beberapa hasil penelitian di Asia Timur, seperti Korea Selatan, menyebutkan, zooplankton yang terpapar parasetamol menyebabkan peningkatan stres hewan dan oxydative stress, yakni ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas dengan sistem antiosidan, yang berperan dalam mempertahankan homeostasis.
"Tugas setiap kita baik industri maupun masyarakat untuk menjaga kesehatan manusia dan juga kesehatan lingkungan, termasuk laut. Semua itu agar kita dapat hidup lebih bermakna," kata Zainal.
"Pemerintah perlu melakukan penguatan regulasi tata kelola pengelolaan air limbah baik untuk rumah tangga, kompleks apartemen, dan industri. Sedangkan dalam pemakaian produk farmasi, publik perlu lebih bertanggung jawab, misalnya tidak membuang sisa obat sembarangan. Ini yang nampaknya belum ada," pungkasnya.