Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengklaim, peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kelas III mampu bayar premi, meski iuran naik. Diklaim sesuai survei Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan (Balitbangkes).
"Sebenarnya, kemampuan kelas III untuk membayar cukup tinggi, ya. Sekitar 75 ribu per orang untuk per bulannya. Nah, itu bisa lihat di kajiannya Kemenkes," ucap Anggota DJSN, Muttaqien, dalam diskusi di Jakarta, Senin (20/1).
Pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan melalui Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan (Perpres Jamkes). Berlaku untuk seluruh kelas dan menyasar peserta penerima bantuan iuran (PBI) dan peserta bukan pemerima upah (PBPU).
Kebijakan bagi peserta PBI atau berasal dari anggaran pemerintah berlaku surut. Diterapkan per 1 Agustus 2019. Namun, besaran selisihnya ditanggung pusat hingga akhir tahun.
Sedangkan untuk peserta PBPU, besaran iuran perubahan berlaku sejak 1 Januari 2020. Nilainya kini kelas III Rp42 ribu per orang per bulan, kelas II Rp110 ribu per orang per bulan, dan kelas I Rp160 ribu per orang per bulan.
Muttaqien melanjutkan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan sesuai perhitungan aktuaria. Menyusul jebolnya anggaran sejak eksis pada 2014. "Defisit kita sudah cukup besar betul," ujar dia.
Alasan berikutnya, kemampuan suntikan dana (bailout) pemerintah kepada BPJS Kesehatan untuk "menambal" defisit terbatas. "Sehingga, saat ini pemerintah kembali melakukan pertama (menaikkan premi, red). Supaya program ini tetap berjalan," tuturnya.
Dirinya pun sesumbar, kebijakan tersebut tak bertentangan dengan regulasi. Apalagi, "Sudah pernah diskusikan lama".
Sementara, Anggota Komisi IX DPR, Saleh Partaonan Daulay, menganggap, pemerintah ingkar terhadap keputusannya tak menaikkan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Khususnya, peserta kelas III kategori PBPU dan bukan pekerja (BP).
"Saya melihat pemerintah menganggap gampang bicara dengan kita. Secara lembaga, (kredibilitas) DPR sudah runtuh. Karena pemerintah tetap menaikkan iuran BPJS Kesehatan," ucapnya sela Rapat Kerja (Raker) Komisi IX DPR bersama Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto dan BPJS Kesehatan di Kompleks Parlemen, Jakarta, beberapa saat lalu.