Sekretaris Jenderal (Sekjen) Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI), Zaenal Muttaqin menyatakan, Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 166/TPA Tahun 2020 merupakan penghinaan terhadap keluarga korban. Pasalnya, Keppres tersebut mengangkat dua orang eks Tim Mawar sebagai pejabat di Kementerian Pertahanan (Kemhan).
Mereka adalah Brigjen TNI Dadang Hendrayudha dan Brigjen TNI Yulius Selvanus. Dadang diangkat menjadi Direktur Jenderal Potensi Pertahanan, sementara Yulius sebagai Kepala Badan Instalasi Strategis Pertahanan.
"Kami tidak bisa membayangkan luka yang menambah, seperti luka kemudian disiram air cuka. Ini sungguh kami sesalkan, kami tentu mengecam keras keputusan Presiden Jokowi ini," kata Zaenal dalam jumpa pers daring, Minggu (27/9).
Lebih lanjut, Zaenal menjelaskan, keputusan itu menambah luka lantaran selama dua dekade belakangan, keluarga korban penghilangan paksa tak mendapat kemajuan dalam memperoleh keadilan. Dia mencontohkan, keluarga aktivis Ucok Munandar Siahaan yang kini statusnya belum jelas.
Zaenal mengatakan, di dalam keluarga status Ucok seperti masih hidup. Sebab, kerap diundang untuk mencoblos ketika pemilu dan membuat E-KTP. Contoh itu, imbuhnya, menunjukkan untuk memperoleh kejelasan status hidup atau meninggal saja tidak ada perkembangan.
"Itu yang yang tidak dipenuhi, diperhatikan oleh Presiden Jokowi maupun lingkaran kekuasaannya," jelas dia.
Di sisi lain, Zaenal mengatakan, pada awalnya mendukung Jokowi agar Prabowo Subianto dan para terduga pelanggaran HAM berat tidak berkuasa di Indonesia. Namun, yang terjadi malah sebaliknya sebab bekas Wali Kota Solo itu menempatkan Prabowo sebagai menteri.
"Ini bukan sekedar ingkar janji, tapi melecehkan kami semua. Bukan hanya melecehkan para keluarga korban, tapi para aktivis HAM, para aktivis 98 dan sebelumnya yang mengalami luka yang di introgasi, mengalami tindak kekerasan selama introgasi dan sebagainya yang tentu saja belum pulih hingga saat ini," jelasnya.
Oleh sebab itu, IKOHI berpandangan, sudah tidak penting apakah Keppres tersebut dicabut atau tidak. Sebab, tindak tanduk Jokowi dinilai sudah lebih daripada menyakiti para korban dan keluarga.
"Bagaimana kami diatur oleh para pelanggar HAM? Bagaimana para penculik yang jelas-jelas diputuskan di Mahkamah Militer, mereka melakukan tindakan kemudian dikasih sanksi, ada yang dipecat, kemudian bisa mengatur di bidang pertahanan negara?" ujarnya.
Tim Mawar merupakan satuan yang bertanggung jawab atas penculikan dan penghilangan paksa pada 1997-1998. Pengadilan Mahkamah Militer II Jakarta saat itu telah menyatakan bersalah dan menjauhi hukuman bagi pihak-pihak yang terlibat.