Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa 11 orang saksi untuk mengusut perkara suap pembahasan, pengesahan, dan pelaksanaan APBD dan atau APBD Perubahan Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran 2015-2018, yang dilakukan oleh Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung Supriyono.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, saksi yang diperiksa terdiri dari unsur mantan Pejabat Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jawa Timur, hingga sejumlah anggota DPRD Kabupaten Tulungagung.
"Setelah melakukan penggeledahan di 5 lokasi dalam 2 hari kemarin, hari ini pemeriksaan terhadap 11 saksi dalam proses penyidikan perkara suap terhadap SPR (Supriyono), Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung, terkait pembahasan, pengesahan, dan pelaksanaan APBD dan atau APBD Perubahan Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran 2015-2018," kata Febri Diansyah di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jumat (12/7).
Saksi yang diperiksa hari ini adalah mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Jawa Timur, Budi Setiawan. Sebanyak 10 saksi lain adalah anggota DPRD Kabupaten Tulungagung, yaitu Joko Tri Asmoro, Choirurrohim, Tutut Sholihah, Riyanah, Lilik Herlin, Wiwik Tri Asmoro W, Imam Sapingi, Nurhamim, Imam Sukamto, dan Agung Darmanto.
Febri menjelaskan, penyidik mendalami aspek pengurusan anggaran terkait dengan pokok perkara yang sedang disidik. Termasuk, sumber anggaran Kabupaten Tulungagung yang berasal dari bantuan keuangan Provinsi Jawa Timur.
"Pemeriksaan dilakukan di kantor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jawa Timur," kata dia.
Sebelumnya, KPK telah melakukan penggeledahan di lima lokasi di daerah Jawa Timur. Salah satu tempat yang digeledah ialah Kantor Badan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur, Rabu (10/7). Dari lokasi tersebut, KPK menyita sejumlah dokumen terkait penganggaran.
Berselang sehari, KPK menggeledah empat rumah pribadi sejumlah pejabat Badan Pembangunan Daerah Provinsi Jatim, baik yang masih aktif atau pensiunan. Dari empat lokasi tersebut, KPK mengamankan sejumlah dokumen terkait penganggaran dan telepon genggam.
"Penggeledahan ini dilakukan sebagai bagian dari proses penyidikan perkara suap terhadap SPR (Supriyono), Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung," ujar Febri.
Supriyono ditetapkan sebagai tersangka pada 13 Mei 2019. Penetapan itu merupakan hasil pengembangan penyidikan perkara pembahasan, pengesahan, dan pelaksanaan APBD atau APBD-P Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran 2015 2018.
KPK menduga Supriyono telah menerima uang sebesar Rp4,88 milliar dari Bupati Tulungagung Syahri Mulyo, untuk mengesahkan APBD atau APBD-P Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran 2015-2018. Syahri telah berstatus terpidana dalam perkara ini.
Nama Supriyono muncul dalam persidangan Syahri. Dia diduga telah memberikan uang untuk digunakan biaya unduh anggaran Bantuan Provinsi (Banprop) dan praktek uang mahar. Hal itu dilakukan Supriyono untuk mendapatkan sejumlah uang dari beberapa anggaran, baik Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), maupun Banprop yang dikumpulkan dari uang fee para kontraktor untuk diberikan pada Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung.
"Dalam persidangan Syahri Mulyo terungkap bahwa SPR (Supriyono) menerima Rp375 juta, dan penerimaan fee proyek APBD Murni dan APBD Perubahan selama empat tahun berturut pada 2014 hingga 2017, sebesar Rp500 juta setiap tahunnya, atau total sekitar Rp2 miliar," kata Febri.
Diduga pemberian tersebut untuk memperlancar proses pembahasan APBD, pencairan DAK, dan Banprop sebesar Rp750 juta sejak 2014 hingga 2018. Hingga saat ini, KPK terus mendalami dugaan penerimaan suap yang berhubungan dengan jabatan Supriyono sebagai Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung Tahun 2014-2018.
Atas perbuatannya, Supriyono disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.