Wabah pandemi coronavirus disease 2019 atau Covid-19 mengakibatkan sejumlah hotel dan restoran di Provinsi Banten mulai mengalami kesulitan membayar pajak dan gaji karyawan.
Dampaknya, sejumlah pengusaha hotel dan restoran memilih tutup hingga merumahkan karyawan. Bahkan ada telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Nah itu mereka pun menjadi masalah, mau lari kemana (setelah di PHK)," ujar Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Banten, Sari Alam saat dikonfirmasi, Selasa (14/4).
Hari ini, jelas Sari, dari total 18.000 kamar hotel yang ada di Banten, jumlah hunian yang terisi sudah dibawah 10%. Kondisi ini membuat para pengusaha hotel merugi dan sudah tidak mampu membayar gaji karyawan.
Padahal, sambung dia, hingga saat ini pemulihan atau recovery wisata dan usaha perhotelan di kawasan pesisir seperti di Pantai Anyer, Carita dan Tanjung Lesung akibat bencana tsunami 2018 lalu belum selesai.
Setidaknya, sebanyak 500 ribu karyawan diPHK akibat bencana tersebut. "Masalah ini mau ngomong apa-apa susah kondisinya, sudah bangkrut semuanya," bebernya.
Terlebih, kata Sari, penerapan sistem pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di wilayah Tangerang Raya semakin membuat hotel dan restoran sulit mendapatkan pengunjung, terutama di kawasan pantai di Banten.
"Untuk bisa menyelamatkan karyawan susah, untuk biaya operasional, kita harus bayar listrik, pajak belum ada ketentuan (dihapus) pasti. Pastinya gak akan bayar (pajak) duitnya dimana? mau dipenjarain, silahkan saja," ungkapnya.
Hingga saat ini pihaknya belum mendapatkan solusi dari Pemprov Banten untuk mengantisipasi hal tersebut. Dia berharap ada kebijakan sebagaimana dilakukan oleh Pemprov Jawa Timur dengan membuat gerakan bekerja melalui hotel atau work from hotel, guna menyelamatkan usaha perhotelan.
"Keinginannya gitu (WFH), tapi sebagai asosiasi gak bisa mengarahkan yang mengarahkan harus pemerintah di Jawa Timur kan yang mengarahkan bu gubernur, kalau PHRI tidak bisa ikut campur manajemennya," pungkasnya.