Terletak di Jalan Tebet Timur Raya Nomor 4D, Jakarta Selatan, rumah kontrakan yang memiliki tiga ruangan itu dipakai H Idham dan Sujatmiko berkantor. Lebih kurang setahun, keduanya membuka kantor notaris yang belakangan diketahui polisi ternyata gadungan atau palsu.
Saat disambangi Alinea.id pada Kamis (8/8), rumah kontrakan itu tampak kosong. Dua pintu di rumah kontrakan itu sudah diberi garis polisi atau disegel. Penyebabnya, mereka terlibat kasus penipuan penjualan properti atau rumah mewah yang nilainya mencapai miliaran rupiah.
“Dua ruangan yang disegel itu kantor Pak Miko (Sujatmiko) dan Pak Idham,” kata seorang warga pemilik bengkel yang menolak namanya disebut saat ditemui pada Kamis, (8/8).
Menurut dia, dua pintu yang disegel itu sehari-hari dijadikan kantor oleh tersangka Idham dan Miko untuk menjalani aktivitas sebagai notaris gadungan. Sedangkan satu ruangan lainnya difungsikan sebagai ruang rapat atau pertemuan.
"Dari awal ngontrak sudah kantor. Nama kantornya MB, tapi tak tahu MB itu apa," katanya.
Menurut warga, rumah kontrakan itu ditinggali Miko sejak 2014. Sedangkan Idham layaknya orang bekerja, datang pada pagi dan sore dia pulang. Idham terbilang baru berkantor di rumah kontrakan tersebut. Warga pun tak menaruh curiga dengan kedatangannya sesaat sebelum puasa tahun 2019. "Pikir saya paling temannya, Pak Miko," katanya.
Namun demikian, kata warga itu, rumah kontrakan yang ditinggali Miko berubah menjadi kantor notaris sejak kedatangan Idham. Warga sekitar pun, kata dia, tidak mengenal Idham karena tidak pernah berinteraksi. “Kalau Pak Idham lewat, ya lewat saja. Tak pernah interaksi sama masyarakat sekitar, sama tetangga," ujar warga tersebut.
Idham dan Miko diketahui berkomplot melakukan penipuan penjualan rumah mewah. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono, mengungkap komplotan tersebut telah meraup Rp214 miliar dari seluruh korbannya. Itu mereka dapatkan hanya dalam kurun waktu lima bulan atau dari Maret sampai Juli 2019.
“Rata-rata harga rumah yang akan dijual itu di atas Rp15 miliar,” kata Argo.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Suyudi Ario Seto, mengatakan kasus ini terbongkar berawal dari adanya laporan seorang korban berinisial CS pada Juli 2019. Ketika itu, CS melapor jika dirinya dihubungi oleh perusahaan pendanaan atau bridging bahwa sertifikat rumahnya diagunkan.
Korban CS kaget karena merasa tak pernah mengagunkan sertifikat tanah rumahnya. Hanya, yang ia ingat akan menjual rumahnya pada 14 Maret 2019 senilai Rp87 miliar melalui perantara tersangka Wiwid.
“Sayangnya korban mau menyerahkan sertifikat asli rumahnya kepada tersangka. Tersangka beralasan ingin mengecek sertifikat rumah korban ke BPN,” kata Suyudi.
Alih-alih mendatangi BPN, sertifikat rumah milik korban yang asli justru dipalsukan oleh tersangka Wiwid melalui peran notaris gadungan, Idham. Setelah itu, sertifikat asli milik korban diagunkan oleh para tersangka ke salah satu perusahaan pendanaan. Perusahaan pendanaan yang terpedaya akhirnya mengeluarkan pembayaran sebesar Rp5 miliar kepada tersangka.
“Lalu korban curiga karena dari Maret sampai Juli sertifikat rumahnya belum kembali. Tersangka kemudian menyerahkan sertifikat palsu kepada korban yang sama persis seperti aslinya," ucap Suyudi.
Karena kasus ini, kata Suyudi, perusahaan pendanaan mengalami kerugian dengan total mencapai hampir Rp25 miliar
Saat Alinea mengunjungi rumah korban CS di Jalan Raden Fatah III Nomor 5 Blok K/1 Kebayoran Baru, tak ada tanda-tanda rumah akan dijual. Bangunan yang berada tepat di samping Masjid Agung Al Azhar itu diketahui sudah lama kosong.
Kondisi rumah pun penuh dengan daun-daun kering yang gugur. Di bagian pojok rumah terdapat tumpukan botol plastik yang telah terikat. Dinding-dinding rumahnya pun tampak mulai retak karena lama tak terawat.
Seorang juru parkir yang bertugas di dekat rumah korban mengatakan, tiga hari lalu plang bertuliskan ‘dijual’ beserta nomor telepon pemilik rumah memang tercantum. Namun tak lama plang itu langsung dicopot.
“Tiga hari lalu ada tulisan dijualnya, tapi langsung dicopot. Orangnya yang punya juga tidak pernah ke sini. Dibersihinnya kalau mau ada orang yang melihat saja,” katanya.
Menurut juru parkir itu, rumah tersebut kosong sejak satu tahun lalu. Banyak ilalang tumbuh di rumah itu dan dibiarkan hingga tinggi. Sebelum kosong, rumah milik korban CS itu sempat dijadikan tempat usaha kafe. Sayang, kafe itu tak berumur panjang alias tutup.
“Itu di dalam dipagari karena dulu dibuat kafe. Kafenya tapi juga udah tutup lama. Saya udah lama kerja di sini, tapi juga tidak tahu yang punya siapa,” ucapnya.
Tatang, petugas kebersihan, mengatakan rumah mewah yang kini kosong itu milik seorang ketua rukun tetangga (RT) di komplek tersebut. Pemiliknya sudah pindah sejak dua tahun lalu. Tatang pun tak mengetahui kepindahannya.
Lebih lanjut, kata Tatang, dirinya sempat melihat rumah itu belum lama dikunjungi oleh seseorang. Diduga, orang itu adalah pihak yang dipercayakan memegang kunci rumah tersebut. Orang itu, kata Tatang, kerap datang jika orang yang hendak menawar rumah milik CS. Tatang menuturkan, sebelum ditinggali, saudara kandung pemilik rumah pernah menghuni rumah di ujung jalan Raden Patah III itu.
“Ini dulu rumah kakak beradiknya Bu RT, tapi udah pindah duluan. Bu RT-nya tidak tau juga pindahnya ke mana,” ujar Tatang.
Polisi pun sejauh ini telah menangkap para pelaku yang berjumlah tujuh orang. Penangkapan terhadap para pelaku dilakukan secara bertahap. Pada operasi pertama, polisi berhasil menangkap empat tersangka. Beberapa hari kemudian, giliran tiga tersangka yang tertangkap. Namun demikian, polisi belum membebrkan para tersangka lain yang juga telah ditangkap.