Tolak kehadiran Jokowi, Reuni 212 undang Prabowo
Panitia Reuni Akbar 212 memutuskan untuk tidak mengundang Presiden Joko Widodo, dalam aksi yang akan berlangsung pada Minggu (2/12) besok. Penanggung jawab perhelatan Reuni Akbar 212, Slamet Maarif, menjelaskan keputusan ini diambil panitia melakukan berbagai pertimbangan. Selain itu, pihaknya juga mendapat arahan dari Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq, untuk tidak mengundang Jokowi.
Menurut Slamet, salah satu pertimbangan adalah karena dinilai tidak menghormati gerakan 212. Juga karena penegakan hukum di bawah kepemimpinan Jokowi belum dilaksanakan dengan baik.
"Kemudian juga kriminalisasi terhadap ulama, juga belum ada penyelesaian. Tentunya kita ingin acara hikmat, khusyuk. Khawatir nanti dengan datangnya (Jokowi) banyak protokoler, mengganggu kekhusyukan. Tidak bisa dipungkiri juga, besok yang hadir itu masih banyak yang kecewa dengan kebijakan-kebijakan Jokowi yang selama ini," kata Slamet dalam diskusi "Seberapa Greget Reuni 212" di Jakarta Pusat, Sabtu (1/12).
Oleh karena itu, lanjut dia, pihaknya menyarankan agar Presiden Jokowi tidak hadir dalam Reuni 212. Dia hanya mengharapkan agar Jokowi mendoakan acara tersebut berlangsung sukses, aman, dan para peserta dapat menjaga kebersihan.
"Saya sarankan tidak hadir untuk kepentingan beliau juga. Jadi sekali lagi, panitia enggak mengundang Jokowi," imbuh Slamet.
Namun demikian, dia mengakui panitia Reuni Akbar 212 mengundang calon presiden (capres) nomor urut 02, Prabowo Subianto. Hanya saja, kata dia, Ketua Umum Partai Gerindra itu belum mengonfirmasi kedatangannya dalam acara tersebut.
Slamet mengatakan, Prabowo diundang karena bukan merupakan simbol negara seperti Presiden Jokowi.
"Kita sangat menghormati simbol dia (Jokowi) sebagai kepala negara. Karena enggak bisa dipisahkan ini sebenarnya capres atau presiden. Kalau Pak Prabowo kan bukan presiden. Hanya capres saja," katanya.
Selain prabowo, panitia Reuni 212 juga mengundang sejumlah petinggi negara, seperti Ketua MPR dan DPR. Selain itu, turut diundang adalah para ulama, dan beberapa tokoh politik lain, yang tidak disebutkan nama-namanya oleh Slamet.
Unsur politik
Slamet menjanjikan tidak akan ada unsur politik atau orasi-orasi untuk mendukung capres-cawapres tertentu dalam Reuni Akbar 212 itu.
Pada kesempatan yang sama, Staf Ahli Menkopolhukam, Sri Yunanto, berharap agar acara ini tidak dimobilisasi atau dimanfaatkan oleh kekutan politik tertentu. Dia tak ingin acara yang akan diikuti oleh jumlah massa yang banyak ini, merusak citra negara Indonesia sebagai negara yang aman dan damai. Terlebih saat menghadapi tahun politik seperti saat ini.
"Kalau ada misi-misi politik untuk dukung paslon (capres dan cawapres) tertentu, ada forumnya. Ada kampanyenya, dan sudah diatur oleh Undang-Undang Pemilu, UU PKPU, dan sebagainya. Mobilisasi masa itu memang salah satu menjadi antisipasi kerawanan. Jangan sampai Reuni 212 ini membuktikan hal-hal antisipasi yang kerawanan itu," kata Yunanto menuturkan.
Analis Komunikasi Politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio, menyatakan sangat sulit memisahkan perspektif politik pada acara Reuni 212. Menurutnya, di tahun politik saat ini, apapun, bukan hanya acara Reuni 212, akan dikaitkan dengan politik. Apalagi saat ini tensi ketegangan politik tengah memanas.
"Yang tidak berkaitan dengan acara besok saja (Reuni 212) selalu menarik-narik ke hal yang politik. Maksud saya, kalau memang ditarik-tarik terus ke politik, maka perespsi publik pun akan masuk ke ranah politik," terang dia.
Menurut Hendri, panitia reuni yang mengundang para tokoh politik, menguatkan persepsi bahwa acara ini bermuatan politik.
"Ini menjadi opini-opini publik yang (dipersilahkan) untuk menafsirkan sendiri-sendiri. Saya sebagai umat Islam, sedih juga ada perdebatan kencang (mengenai reuni 212). Siapa yang paling senang dengan perdebatan ini, pasti yang tidak senang dengan Islam. Oleh karena itu, acara besok, hati-hati," papar dia.
Tidak kalah penting, kata Hendri, panitia harus memastikan tidak ada pesan komunikasi politik yang keluar dari para simpatisan Reuni 212. Jika ini sampai terjadi, maka akan masuk ke dalam ranah politik yang mengaburkan tujuan reuni ini.
"Kalau silaturahmi, ya silaturahmi aja. Kita berselawat ayo, takbir ayo. Jangan teriak-teriak ganti Presiden. Tokoh Politik juga dikasih tau, (Reuni 212) acara silaturahmi Islam, jangan tiba-tiba besok di acara ada orasi dukung ini atau dukung itu," katanya.
Menurutnya, persepsi ada kepentingan politik dalam Reuni Akbar 212 ini, merupakan hal wajar. Sebab gerakan ini lahir berhubungan dengan politik.
Gerakan 212 ini muncul pada 2016 lalu, saat massa umat Muslim menyuarakan aksi prihatin, marah, hingga murka dengan pernyataan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Gubernur DKI yang sekaligus menjadi calon Gubernur petahana saat itu, dianggap melakukan penistaan terhadap Alquran.
Rekaman pidato Ahok di Kepulauan Seribu yang dianggap menista agama, yang videonya diedit oleh Buni Yani, hingga dilaporkan ke polisi, menjadi titik awal munculnya gerakan 212. Angka ini merujuk pada hari pelaksanaan aksi tersebut pada 2016, yaitu 2 Desember.