Peringatan Hari Buruh di Yogyakarta, Selasa (1/5) pukul 15.00 diwarnai aksi anarkis. Kerusuhan bermula dari blokade lalu lintas Jalan Solo-Yogyakarta oleh ratusan massa yang tergabung dalam Gerakan Aliansi Mahasiswa 1 Mei (Geram). Tak berhenti di situ, massa yang rerata adalah mahasiswa ini juga membakar dan merusak pos polisi, yang terletak di persimpangan tesebut. Fasilitas rambu jalan dipatahkan lalu dibuang ke tengah jalan.
Aksi itu sendiri, merupakan buntut kekecewaan massa terhadap pembangunan Bandar Udara New Yogyakarta International Airport (NYIA). Pembangunan bandara ini diyakini telah merampas lahan pertanian milik petani Kulon Progo. Padahal, warga setempat mayoritas menggantungkan hidup dari sektor pertanian.
Kendati berbagai protes warga telah dilayangkan, pemerintah tetap bersikukuh melanjutkan proyek pembangunan. Warga yang didampingi sejumlah aktivis termasuk aktivis mahasiswa bahkan telah menempuh berbagai proses hukum termasuk mengadu pada Ombudsman RI perwakilan Jogja, pada akhir 2017 lalu. Disinyalir, ada maladministrasi dalam pembebasan lahan, nilai ganti rugi konsinyasi, dan perizinan megaproyek NYIA.
Sebelumnya, para petani yang tergabung dalam Paguyuban Warga Penolak Penggusuran Kulon Progo (PWPP-KP) juga kerap disakiti secara fisik, dirusak rumahnya, dan tanaman mereka mati diinjak-injak aparat. Bahkan sejumlah perempuan yang menolak angkat kaki, diseret lalu diborgol tangannya untuk diamankan.
Berangkat dari rentetan peristiwa itu, ditambah respons sepi pemerintah dan pihak Angkasa Pura I, Geram menggelar aksi protes anarkis di momentum Hari Buruh tahun ini.
Untuk menghalau anarkisme massa, warga bersenjatakan tongkat gebuk mendahului polisi anti huru-hara, mengejar kelompok massa yang terus melemparkan molotov itu. Massa pun kocar-kacir ke arah selatan, sebagian lagi masuk ke wilayah kampus UIN Sunan Kalijaga.
Salah seorang peserta aksi bahkan sempat ditangkap dan dipersekusi hingga babak belur. Namun polisi segera menghalau aksi main hakim sendiri ini.
Dalam aksi itu, kepolisian Jogja mengamankan 69 orang, tiga di antaranya sudah ditetapkan sebagai tersangka.
"Saat ini kami sudah menetapkan dan menahan tiga orang tersangka dalam kasus tersebut," kata Kapolda DIY Brigjend Pol Ahmad Dofiri di Mapolda DIY, Rabu (2/5), dilansir Antara.
Menurut dia, ketiga tersangka masing-masing berinisial AR, IB, dan MC yang masih tercatat sebagai mahasiswa perguruan tinggi di wilayah Sleman, Yogyakarta. Ketiga tersangka, imbuhnya, merupakan bagian dari 69 orang massa aksi yang ditangkap semalam seusai demo Hari Buruh.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda DIY Kombes Pol Hadi Utomo mengatakan penetapan tersangka berdasarkan hasil penyelidikan dan alat bukti yang diperoleh penyidik.
"Ketiga tersangka ini sudah diperiksa sebagai tersangka, dan sudah dilakukan penahanan. Memang cepat penetapan tersangkanya, tapi penyidik bekerja sesuai SOP dan ada alat bukti sudah cukup lengkap dan keterkaitan dengan akhir kegiatan yakni pembakaran pos polisi," katanya.
Ia mengatakan, para tersangka dijerat Pasal 160,170, dan 406 KUHP dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun.
Di sisi lain, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X berharap masyarakat tidak terprovokasi dengan aksi anarkis sejumlah mahasiswa saat Hari Buruh tersebut.
"Masyarakat saya kira jangan terpancing oleh provokasi, ya tenang sajalah," kata Sultan HB X seusai menghadiri upacara Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) di Alun-alun Utara, Yogyakarta, Rabu.
Menurut Sultan, aksi anarkis sejumlah mahasiswa yang diwarnai dengan pelemparan bom molotov ke Pos Polantas di kawasan pertigaan UIN Sunan Kalijaga itu sudah ditangani dengan baik oleh aparat kepolisian.
Terhadap mahasiswa, Sultan mengaku tidak ingin berpesan apa-apa, sebab menurut dia, aksi sejumlah oknum itu hanya terkait dengan protes pembangunan NYIA di Kulon Progo. "Saya kira kalau mahasiswa enggak ya, ya kepentingannya kepentingan Kulon Progo (Bandara NYIA) saja," kata dia.
Tidak hanya membakar Pos Polantas dengan bom molotov, sejumlah oknum peserta aksi pada Senin (1/5) sore juga menuliskan kalimat bernada ancaman terhadap Sultan HB X, dengan tulisan "Bunuh Sultan" di papan baliho yang tidak jauh dari Pos Polantas. Hal itu yang kemudian turut menyulut kemarahan warga.
Terkait hal itu, Sultan menanggapi dengan santai serta tidak berniat melaporkannya ke pihak berwenang.
"Tidak apa-apa, tidak semudah itu. Tidak usah lapor, apa-apa kok dilaporkan," kata Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ini.