Pengusaha Tomy Winata memberikan kesaksian dalam kasus pemalsuan akta autentik dan peneggelapan yang dilakukan oleh terdakwa yang juga Direktur Utama PT Geria Wijaya Prestige (GWP) Harijanto Karjadi (65). Dalam kesempatan tersebut, Tomy mengungkap peran Harijanto Karjadi dalam kasus tersebut.
"Terdakwa ini melakukan tindak pidana pemalsuan untuk mengalihkan jaminan yang seharusnya menjadi milik pembeli pinjaman, yaitu saham-saham Hartono Karjadi kepada Sri Karjadi," kata Tomy Winata di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali Selasa (3/12).
Menurut Tomy Winata, terdakwa Harijanto juga memberikan keterangan yang dipalsukan dan mengesahkan pengalihan saham itu. "Itu sebabnya kasus ini kami laporkan kepada penegak hukum," ujarnya.
Dalam kasus ini, Harijanto Karjadi bersama dengan kakaknya Hartono Karjadi yang kini buron didakwa melakukan pemalsuan akta autentik dan penggelapan yang mengakibatkan kerugian dari Tomy Winata sebesar 20.389.661 dolar AS.
Kepada majelis hakim yang diketuai oleh Sobandi, Tomy mengaku membeli piutang PT GWP dari Bank Konstruksi China atau CCB karena mengenal terdakwa Harijanto Karjadi. Tomy bermaksud menjembatani agar CCB sebagai pemegang hak tagih terakhir tidak merasa dirugikan.
Ia juga menuturkan bahwa Bank CCB Indonesia adalah salah satu bank konsorsium yang mengambil alih piutang dari Bank Multicore. Selama perjalanannya, kata Tomy, Bank CCBI memungkinkan menjual hak tagihnya kepada pihaknya.
Alasannya, lanjut Tomy, mungkin karena CCBI mempunyai pertimbangan dan mendapat tekanan-tekanan yang merepotkan, sehingga mengalihkan kepada pihaknya dengan kesepakatan beserta semua tanggung jawab dan hak-haknya.
Dalam persidangan itu, Tomy mengaku membeli piutang dari Bank CCBI senilai Rp2 miliar. Menurut Tomy, nilai pembelian tersebut bukan soal rugi atau tidaknya. Dia mengatakan, investor dalam dan luar negeri wajib diberi kepastian apa pun perjanjian yang ada di Indonesia. Tidak boleh kemudian dialihkan izin dari pemberi utang. Menurutnya, hal ini sah menurut hukum.
Lebih lanjut, Tomy menuturkan, ini perlu dilakukan agar bank CCB ke depan masih berani memberikan pinjaman utang kepada jutaan pengusaha dalam negeri untuk membangun ekonomi Indonesia. "Itu sebabnya kenapa kami tidak pakai nominal, tetapi menggunakan nama kami sendiri untuk membuktikan agar menyaksikan keadilan," kata Tomy Winata.
Sebelumnya, dalam dakwaan jaksa penuntut umum Eddy Arta Wibawa bersama dua JPU lainnya menyebut bahwa kasus ini berawal ketika terdakwa Harijanto Karjadi sebagai Direktur Utama PT Geria Wijaya Prestige (GWP) dan Hermanto Karjadi selaku direktur menandatangani perjanjian pinjaman kredit dari Bank Sindikasi sebesar 17 juta dolar AS.
Selanjutnya, Bank Sindikasi mengalami restrukturasi perusahaan. Bank Sindikasi itu telah mencairkan seluruh kredit kepada PT GWP sejumlah 17 juta dolar AS. Kredit itu untuk pembangunan Hotel Sol Paradiso yang saat ini berganti nama menjadi Hotel Kuta Paradiso.
Salah satu bank yang menjadi bagian dari Bank Sindikasi lalu diambil alih oleh Tomy beserta sejumlah piutang dari Harijadi. Saat penagihan tersebut, kasus yang menyeret Harijadi mulai ditemukan kejanggalan, termasuk pemalsuan akta autentik tersebut.
Atas perbuatannya, Harijanto didakwa dengan Pasal 266 Ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, atau Pasal 266 Ayat (2) KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, atau Pasal 372 KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (Ant)