close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Gedung Bundar di Kompleks Kejagung, Jakarta, Januari 2018. Google Maps/Warisman Mendrofa
icon caption
Gedung Bundar di Kompleks Kejagung, Jakarta, Januari 2018. Google Maps/Warisman Mendrofa
Nasional
Jumat, 22 Juli 2022 16:02

Korupsi izin ekspor CPO: Negara merugi Rp6 triliun dan perekonomian Rp12 triliun

Kerugian perekonomian negara akan dikembalikan dalam bentuk uang pengganti.
swipe

Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jmapidsus Kejagung) menyebut nilai kerugian negara kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas izin ekspor minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya mencapai Rp20 triliun.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Supardi mengatakan, secara rinci kerugian keuangan negara senilai Rp6 triliun, sementara kerugian perekonomian negara mencapai Rp12 triliun. Nilai Rp12 triliun didapatkan dari pendapatan yang tidak sah atau illegal gains.

"Total Rp20 triliun," kata Supardi di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Jumat (22/7).

Supardi menyebut, pemberkasan kasus ini dikejar agar selesai dalam minggu ini. Apabila tidak mencapai target waktu tersebut, maka akan berlanjut pada pekan depan.

Supardi menyampaikan, mantan Menteri Perdagangan Muhammad Luthfi juga belum dijadwalkan untuk diperiksa kembali. Begitu pula dengan kebijakan pencekalan dalam kasus ini.

Supardi menyebut, pemulihan kerugian negara akan dilakukan kelak melalui uang pengganti atau sita eksekusi. Proses tersebut dapat dilakukan seiring berjalannya persidangan. 

"Bisa uang pengganti atau sita eksekusi. Ketika sidang bisa juga ditracking (asetnya) nanti. Penyitaan asetnya senilai kerugian negara," ucap Supardi.

Menurut Supardi, penyitaan dalam kasus ini tidak perlu penetapan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). Selama ada aset yang dapat digunakan sebagai pengganti kerugian negara maka sudah cukup.

"Enggak harus TPPU untuk uang pengganti yang penting bisa kembaliin. Kita tracking hartanya apa saja, baru nanti bisa disita eksekusi. Kalau uang pengganti engga peduli kita itu harta apa yang penting kita memanusiakan orang kalau itu rumah sederhana ya jangan (jadi uang pengganti)," ujar Supardi.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Ayu mumpuni
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan