Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) mendesak nama para terduga pelaku penembakan enam Laskar Front Pembela Islam (FPI) di Km 50 Tol Jakarta-Cikampek diumumkan.
"Menuntut agar nama-nama pelaku pembunuh enam anggota Laskar FPI yang dilaporkan Komnas HAM kepada Presiden RI untuk segera diumumkan," ujar perwakilan TP3 Marwan Batubara dalam konferensi pers virtual, Senin (1/2).
Dalam konferensi pers virtual tersebut, hadir pula pendiri Partai Ummat, Amien Rais, eks penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua, Waketum MUI Muhyiddin Junaidi, hingga Neno Warisman.
TP3 juga meminta, Presiden Joko Widodo (Jokowi), agar segera memerintahkan Kapolri Listyo Sigit Prabowo memberhentikan Kapolda Metro Jaya Fadil Imran.
Selain itu, TP3 menuntut DPR segera membentuk panitia khusus untuk menyelidiki kasus terbunuhnya enam Laskar FPI. "Kasus enam Laskar FPI diduga kuat bukan sekadar pembunuhan biasa, tetapi terkait soal politik kekuasaan," ucapnya.
TP3 mengklaim, telah melaporkan kasus enam Laskar FPI ke International Criminal Court dan Committee Against Torture untuk segera menyelidiki pihak terkait.
Bahkan, TP3 menuntut negara bertanggungjawab dengan memberi kompensasi kepada keluarga korban, sebagaimana Pasal 7 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 2014 tentang perubahan UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Disisi lain, TP3 mendesak negara meminta maaf kepada keluarga korban, menghukum para pelaku, dan memberi layanan psikologis. "Memulihkan nama baik korban yang sudah tewas dari labelling dan stigma," tutur Marwan.
Sebelumnya, TP3 menduga terbunuhnya enam Laskar FPI dalam insiden KM 50 Tol Jakarta-Cikampek telah direncanakan. TP3 menilai, aparat kepolisian melampaui kewenangan dengan menggunakan cara kekerasan di luar prosedur hukum atau extrajudicial killing.
Bahkan, TP3 menyebut tindakan polisi terhadap enam Laskar FPI brutal dan penghinaan terhadap proses hukum karena mengingkari asas praduga tidak bersalah dalam pencarian keadilan.
Pembunuhan enam Laskar FPI disebutnya telah melanggar perjanjian Mahkamah Pidana Internasional, sehingga perlu dituntaskan dengan pengadilan HAM, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2020.
"Penanganan kasus oleh pemerintah dan Komnas HAM (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia) yang kami nilai jauh dari harapan, serta justru cenderung berlawanan dengan kondisi objektif, dan fakta-fakta di lapangan," ujar perwakilan TP3 Marwan Batubara dalam konferensi pers virtual, Kamis (21/1).