Tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan eksploitasi pekerja anak masih terjadi di tengah pandemi Covid-19. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), menerima sebanyak 1.717 pengaduan kasus sepanjang 2020.
"Dari beragam kasus menjelaskan, bahwa masa pandemi tidak menghambat pemanfaatan anak untuk tujuan eksploitasi. Laporan yang ada, merupakan fenomena gunung es yang perlu terus dilakukan monitoring dan diatasi keberadaannya," kata Komisioner bidang Trafficking dan Eksploitasi KPAI, Ai Maryati Solihah, dalam keterangan tertulis, Jumat (5/6).
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), kata dia, menerima sebanyak 2.569 laporan kasus. Sebanyak 27 kasus TPPO dan eksploitasi anak merupakan data terpisah dari Bareskrim Polri, yang turut memperlihatkan kasus terlapor dalam situasi pandemi Covid-19.
Misalnya, pada akhir Mei 2020, polisi mengamankan dua anak perempuan di tempat hiburan Gang Royal Jakarta Utara, karena tidak mematuhi pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Ternyata, dua anak perempuan itu terlibat dalam pusaran bisnis prostitusi.
Di sisi lain, terkait kemiskinan struktural pekerja anak di Depok, Jawa Barat (Jabar), terpaksa memulung dan melanggar protokol kesehatan karena keluarganya terdampak Covid-19. Menurut dia, penanganan kasus anak membutuhkan pelayanan pemulihan yang melibatkan lintas sektor, dari kepolisian, pendamping, hingga lembaga rehabilitasi.
Selanjutnya, dalam konteks penerimaan, penjangkauan, dan penanganan memerlukan juga perlu kepastian terlindungi dari paparan Covid-19. "Pekerjaan inilah, yang membutuhkan koordinasi sehingga tak ada anak yang terdiskriminasi dan tidak terlayani dalam proses perlindungan anak di masa pandemi," ucapnya.
KPAI, menurutnya, menyambut baik upaya KPPPA dalam mengintegrasikan protokol kesehatan dalam penanganan KTA. Pihaknya, juga meminta kepolisian untuk tetap melalkukan penegakan hukum pada kejahatan TPPO dan eksploitasi terhadap anak. Pasalnya, TPPO dan eksploitasi anak berpindah dari tempat hiburan konvensional ke ranah siber.