Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, mengatakan, sebagian pejabat pemerintah trauma dalam mengambil keputusan atau kebijakan yang cepat di tengah pandemi coronavirus baru (Covid-19). Trauma itu akibat praktik yang diputuskan cepat pada masa lalu kemudian dipermasalah saat krisis telah lewat.
"Di tengah Covid-19 ini perlu regulasi khusus untuk perbaikan ekonomi. Tapi, Itu pun kemudian ada trauma karena perlu buat peraturan cepat. Kalau sekarang (kondisi genting), masuk akal (diambil). Namun di waktu yang normal, lalu dipersoalkan lagi," kata Mahfud saat webinar, Sabtu (25/7).
Dia mencontohkan dengan kasus penyelamatan Bank Century dengan dana talangan (bailout) Rp6,78 triliun pada 2008. Setahun berselang, langkah ini dipersoalkan karena diduga sebagian dana mengalir ke pihak-pihak tertentu.
"Seperti di kasus Bank Century, trauma seperti itu masih ada," jelas bekas Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini.
Mahfud menjelaskan, seluruh pihak mendorong dan membenarkan keputusan bailout tersebut karena butuh tindakan cepat untuk menyelematkan Bank Century agar tidak berdampak sistemik. Namun, keputusan itu dipersoalkan ketika situasi krisis telah berlalu.
Menurutnya, hal ini serupa dengan penanganan Covid-19. Pandemi menimbulkan kekhawatiran di tingkat pengambil kebijakan.
Karenanya, dalih dia, pemerintah berkomunikasi dengan sejumlah instansi, termasuk aparat hukum, sebelum mengambil kebijakan dan guna mendapatkan masukan yang baik. Kepolisian, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), misalnya.
"Sekarang semua orang butuh jaminan untuk bikin aturan. Sekarang saya Menko Polhukam mengumpulkan semua aparat hukum untuk memastikan yang kita kerjakan memang harus dibuat dengan aturan dan langkah yang cepat dan tepat," paparnya.