Indonesian Corruption Watch (ICW) mencatat tren korupsi penggunaan dana desa mengalami kenaikan dalam tiga tahun terakhir. Bahkan, kasus korupsi terkait dana desa yang berhasil dihimpun ICW mencapai ratusan perkara.
"Kalau dari data dari 2015 hingga 2018, korupsi di sektor desa itu mencapai 252 kasus dengan nilai kerugian negara mungkin kecil itu sekitar Rp107,7 miliar," kata peneliti ICW Almas Sjafrina, saat ditemui di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Selasa (17/12).
Almas menuturkan, modus korupsi penggunaan dana desa tak jauh beda dengan praktik rasuah lainnya. "Contohnya, soal penyalahgunaan anggaran, kemudian ada juga program fiktif yang uangnya dikorupsi," tutur Almas.
Menurutnya, praktik lancung perangkat desa itu ditengarai lantaran besarnya anggaran dana desa serta minimnya pengawasan dan transparansi dalam penggunaan dana tersebut. Untuk itu, kata Almas, kesadaran masyarakat terkait penggunaan dana desa dinilai penting.
"Paling penting itu adalah membuat masyarakat desa itu berdaya untuk kemudian terlibat dalam proses perencanaan sampai proses dana desa itu dikelola. Kemudian, transparansi dana desa itu juga sangat penting dan kemudian membuat masyarakat desa menyadari haknya terlibat langsung," papar Almas.
Almas menyebut, salah satu desa yang berada di Kediri, Jawa Timur itu patut menjadi contoh. Pasalnya, kesadaran warga desa tersebut dinilai tinggi terhadap penggunaan dana desa.
"Salah satu desa di Kediri, perangkat desa itu dilaporkan langsung oleh warga desanya. Sebab, warga desanya menilai bahwa pembangunan tembok pembatas itu jauh lebih mahal dibandingkan dengan anggaran seharusnya dan mereka melakukan perbandingan dengan desa tetangga," ucap dia.
Jika warga desa seluruh Indonesia seperti itu, kata Almas, dapat meminimalisir praktik rasuah dana desa. "Mungkin, korupsi desa bukan hanya ditindak dan diberantas ya tetapi bisa juga dicegah," tutur Almas.