close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Tangkapan layar - YouTube Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi RI (Konferensi Pers Update Status Montara dan Penyampaian Hasil Negosiasi)
icon caption
Tangkapan layar - YouTube Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi RI (Konferensi Pers Update Status Montara dan Penyampaian Hasil Negosiasi)
Nasional
Kamis, 24 November 2022 18:32

Tumpahan minyak Montara, Luhut: Perusahaan Thailand setuju ganti rugi Rp2 triliun

Tumpahan minyak Montara tersebut membuat kerusakan yang sangat signifikan pada lingkungan pantai dan laut di 13 kabupaten yang ada di NTT.
swipe

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan membeberkan kabar terbaru mengenai kasus tumpahan minyak Montara di Laut Timor, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Setelah bertahun-tahun tidak membayar ganti rugi, saat ini PTT Exploration and Production (PTTEP) setuju akan memberi pembayaran senilai 192 juta dolar Australia atau US$129 juta, setara dengan Rp2 triliun.

“Saya minta semua dilakukan secara terukur. Sebanyak US$129 juta ini nanti bisa dikelola dengan benar dan dapat diberikan ke nelayan-nelayan itu langsung ditransfer ke rekeningnya,” ujar Luhut dalam konferensi pers di kantor Kementerian Koordinator (Kemenko) Maritim dan Investasi, Kamis (24/11).

Nilai Rp2 triliun ini merupakan angka di luar ganti rugi terhadap kerusakan lingkungan. Uang tersebut merupakan ganti rugi bagi nelayan dan petani rumput laut yang terdampak dari tumpahan minyak.

Ketua Tim Task Force Montara Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, setiap nelayan akan mendapat sekitar 6-7 ribu dolar Australia. Jumlah ini masih memiliki kemungkinan untuk dinaikkan kembali.

Meski Indonesia akan mengalami pergantian kepemimpinan, Luhut menegaskan bahwa penyelesaian kasus Montara akan terus diupayakan. Dia menegaskan, rakyat Indonesia harus mendapatkan ganti rugi yang layak akibat kasus tersebut.

"Kalau nanti ada pergantian pemerintahan, ya enggak apa-apa, kita terusin karena ini melindungi lingkungan dan melindungi rakyat kita. Itu tugas pemerintah, siapa pun pemerintahnya. Jadi enggak boleh main-main," ucap Luhut.

Luhut mengaku kesal karena kasus tumpahan minyak itu tidak kunjung usai hingga saat ini, padahal seharusnya sudah rampung sejak lama, bahkan sebelum rezim Presiden Joko Widodo berlangsung.

Sebagai informasi, kasus ini bermula pada 21 Agustus 2009, ketika kilang minyak di lapangan Montara milik perusahaan asal Thailand, PTT Exploration and Production (PTTEP) meledak di Blok Atlas Barat Laut Timor, NTT.

Tumpahan minyak ini menyebabkan tercemarnya 90.000 kilometer persegi Laut Timor yang bersumber dari lapangan Montara. Setidaknya 85% tumpahan minyak terbawa oleh angin dan gelombang laut ke perairan Indonesia.

Tumpahan minyak Montara tersebut membuat kerusakan yang sangat signifikan pada lingkungan pantai dan laut di 13 kabupaten yang ada di NTT. Akibatnya, para nelayan dan petani rumput laut kehilangan pekerjaannya.

Karena tumpahan minyak Montara ini pula, sebanyak 15 ribu petani rumput laut dan nelayan NTT melayangkan gugatan class action ke PTTEP di pengadilan Australia. Mereka telah memperoleh kemenangan pada putusan 19 Maret 2021 dan putusan kedua 25 Oktober 2021.

img
Yohanes Robert
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan