Nama Angkie Yudistia disebut Presiden Joko Widodo saat memperkenalkan tujuh Staf Khusus Presiden yang baru di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (21/11). Angkie duduk di salah satu beanbag di beranda Istana bersama enam rekannya yang juga menduduki jabatan yang sama. Jokowi menunjuk perempuan 32 tahun itu sebagai juru bicara Presiden bidang sosial.
"Angkie adalah anak muda penyandang disabilitas yang aktif bergerak di sociopreneur melalui Thisable Enterprise yang didirikannya. Aktif sebagai anggota Asia-Pacific Federation of the Hard of Hearing and Deafened Person, anggota International Federation Hard of Hearing of Young People," kata Presiden.
Penugasan yang diberikan kepada Angkie, meneguhkan label inspiratif yang selama ini disematkan pada perempuan asal Medan tersebut. Ia juga dikenal sebagai sosok yang memiliki segudang prestasi.
Namun demikian, Angkie harus melalui keterpurukan sebelum berada di posisinya saat ini. Perempuan kelahiran 5 Mei 1987 itu kehilangan pendengarannya pada usia 10 tahun. Diduga hal ini disebabkan kesalahan penggunaan obat saat dia terserang sejumlah penyakit di masa kecilnya, termasuk malaria.
Tak mudah bagi Angkie kecil menerima perubahan dirinya. Ia harus melewati masa-masa sekolah dengan perasaan rendah diri yang terus merundungnya.
Baru setelah duduk di bangku kuliah Jurusan Ilmu Komunikasi di London School of Public Relations Jakarta, dia dapat bangkit dari keterpurukan. Dia mulai menerima kekurangan anggota tubuhnya yang tak bisa berfungsi seperti orang-orang di sekitarnya. Angkie menemukan kembali rasa percaya diri.
Pada 2008, ia mengikuti pemilihan Abang None Jakarta dan terpilih sebagai salah satu finalis dari daerah pemilihan Jakarta Barat. Masih di tahun yang sama, dia menyabet penghargaan The Most Fearless Female Cosmopolitan 2008.
Setahun setelah meraih gelar master di kampus yang sama pada 2010, dia menebitkan buku Perempuan Tunarungu Menembus Batas. Pada 2013, dia menerbitkan buku berjudul Setinggi Langit, yang diikuti peluncuran buku ketiga bertajuk Become Rich as Sociopreneur pada 2019.
Kepercayaan diri yang berhasil kembali diraih Angkie, terbukti membuatnya berhasil "menembus batas". Sembari aktif berkegiatan di Yayasan Tunarungu Sehjira, dia mulai meniti karier di sejumlah perusahaan bonafide, seperti IBM Indonesia dan Geo Link Nusantara.
Sebelum berhasil diterima masuk perusahaan ternama, banyak lamaran pekerjaan yang dia ajukan tak mendapat jawaban. Dia mengerti kondisinya yang tak seperti orang kebanyakan, membuat sejumlah perusahaan berpikir ulang untuk mempekerjakannya.
"Aku tahu sulitnya mendapatkan pekerjaan. Mengerti rasanya dengan bagaimana harus bertahan hidup di antara sulitnya akses menjadi minoritas," katanya.
Kesadaran itu pula yang salah satunya membuat Angkie memutuskan untuk mendirikan perusahaan Thisable Enterprise. Melalui perusahaan itu, dia berharap dapat memberdayakan kelompok disabilitas Indonesia, dengan memberikan pelatihan dan keterampilan. Melalui Thisable Enterprise, Angkie ingin kaum difabel dapat bersaing di dunia kerja, sehingga kehidupan ekonomi mereka terangkat lebih baik.
"Aku berusaha untuk selalu percaya bahwa setiap disabilitas memiliki peran masing-masing dalam pengembangan. Diakui menjadi warga yang setara adalah impian setiap disabilitas dan aku berusaha untuk menjadikan itu nyata," katanya.
Berkembang
Saat ini, Thisable Enterprise telah berkembang menjadi sebuah grup yang membawahi Thisable Foundation, Thisable Recruitment, serta Thisable Digital. Kaum difabel yang bergabung dalam perusahaan-perusahaan tersebut, diberikan pelatihan agar dapat bekerja secara vokasional dan profesional.
Pada 2017 lalu, Thisable Enterprise menggandeng Go-Jek sebagai mitra bisnis. Kaum difabel yang berada di bawah perusahaan Angkie, disalurkan menjadi pekerja sejumlah layanan Go-Jek, seperti Go-Massage, Go-Clean, Go-Auto, maupun Go-Glam.
Saat ini, Thisable Enterprise juga mengembangkan sayap dengan memproduksi produk retail khusus perawatan tubuh, seperti sabun dan kosmetik kecantikan.
Setelah sekian pencapaian yang diraihnya, Angkie merasa bersyukur dapat menjadi salah satu anggota Staf Khusus Presiden. Dia berharap dapat membantu Presiden mewujudkan misi menuju Indonesia inklusif yang lebih ramah disabilitas.
"Sudah waktunya disabilitas bukan kelompok minoritas tetapi kita dianggap setara," ucap Angkie. (Ant)