close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Serikat pekerja rumah tangga (PRT) menggelar aksi di depan Monumen Nasional (Monas). (Ayu Mumpuni/Alinea)
icon caption
Serikat pekerja rumah tangga (PRT) menggelar aksi di depan Monumen Nasional (Monas). (Ayu Mumpuni/Alinea)
Nasional
Selasa, 01 Mei 2018 12:48

Tuntut hak-hak pekerja, PRT gelar aksi di Hari Buruh

Dengan membawa alat dapur, serbet dan poster-poster bertuliskan tuntutan, serikat pekerja rumah tangga (PRT) memulai may day.
swipe

“Stop mengeksploitasi tubuhku (perempuan)!”

Teriakan para serikat pekerja rumah tangga (PRT) di depan Monumen Nasional (Monas). Mereka memperingati Mayday dengan berkumpul meneriaki keluh kesah dan tuntutan kepada pemerintah.

Dengan membawa alat dapur, serbet dan poster-poster bertuliskan tuntutan, mereka memulai Mayday dengan berjalan dari Thamrin sampai ke patung kuda depan Monas. Tak hanya itu, mereka juga menggelar senam bersama dan joget bersama untuk memeriahkan Mayday.

Menurut koordinator Jala PRT, Lita, selama ini keberadaan PRT tidak diakui sebagai pekerja. Dengan jam kerja yang melebihi batas, bahkan para PRT tidak mendapatkan haknya untuk libur dan berorganisasi.

Foto: Ayu Mumpuni/Alinea

“Mereka tidak bisa mendapatkan hak-hak sebagai pekerja karena jam kerja panjang, tidak ada libur mingguan, tidak ada jaminan sosial, dan tidak boleh berorganisasi. Makanya kami datang di Mayday, PRT berhak mengambil barisan dalam Mayday,” ujarnya di depan patung kuda Monas (1/5).

Senada dengan Lita, salah seorang PRT bernama Miska mengaku ketidakadilan tersebut pernah dirasakannya ketika memiliki majikan lokal. Menurutnya hak untuk libur sulit untuk didapat bagi PRT yang memiliki majikan orang Indonesia.

“Ya pernah, pas orang lokal. Libur saja harus izin berapa jam, mau apa,” tuturnya.

Perbedaan majikan asal Indonesia dengan majikan asal luar negeri di Indonesia sangat terlihat dalam mendapatkan hak-hak PRT. Menurutnya, majikan asal luar negeri lebih memiliki rasa kepedulian untuk memperlakukan PRT. Bahkan majikan asal luar negeri dianggap lebih bersikap adil.

“Kalau orang luar negeri tidak harus izin, emang itu hak saya, ya saya ambil. Kalaupun mereka perlu, saya menolak, ya itu hak saya. Saya masuk diitung sendiri liburannya,” jelasnya.

Banyaknya kekerasan pada PRT juga menjadi satu isu yang mereka bawa dalam Mayday. Mereka sepakat bahwa permasalahan kekerasan dan diskriminasi membutuhkan regulasi dari pemerintah untuk menghentikannya.

“RUU segera disahkan, karena tidak adanya hukum PRT,” teriak para PRT dengan semangat.

img
Ayu mumpuni
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan