Tuntutan pidana mati kepada terdakwa peredaran narkoba, Teddy Minahasa Putra, dinilai tepat. Jaksa penuntut umum (JPU) membacakan tuntutan dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (30/3).
"Sudah tepat Teddy bakal dituntut hukuman mati," ucap pengamat hukum pidana Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Adi Purnomo Santoso, saat dihubungi Alinea.id, Jumat (31/3).
JPU menuntut Teddy Minahasa dijatuhi hukuman mati karena terbukti melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang (UU) Narkotika jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. JPU pun memiliki beberapa pertimbangan dalam merumuskan tuntutan tersebut, seperti Teddy dinilai menikmati keuntungan dari hasil penjualan sabu-sabu.
Selain itu, Teddy adalah anggota kepolisian dengan jabatan terakhir Kapolda Sumatera Barat. Kemudian, perbuatannya merusak kepercayaan publik kepada Polri bahkan mencederai nama baik Korps Bhayangkara.
Kemudian, Teddy tak mengakui perbuatannya dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan. Lalu, mengkhianati perintah Presiden dan tidak mendukung program pemerintah, terutama pemberantasan peredaran narkotika.
Adi berharap majelis hakim sejalan tuntutan JPU dan memiliki semangat dalam penegakan hukum. Apalagi, peredaran narkoba termasuk salah satu kejahatan luar biasa.
"Kalau tuntutannya Pasal 114 dan dengan barang bukti yang bombastis, dapat diduga vonisnya mati kecuali ada oknum petinggi bangsa ini yang melindungi," ujarnya.
Kendati demikian, Adi ragu bakal ada pimpinan Polri atau pihak tertentu yang bakal berupaya melindungi Teddy Minahasa dari ancaman hukuman mati itu. Sebab, kasus ini bergulir pada era keterbukaan informasi dan penyimpangan mudah terekspose.
"Di era keterbukaan informasi, pimpinan kepolisian atau beking oknum legislatif, eksekutif, maupun yudikatif tidak akan mengambil risiko melindungi perusak generasi muda yang dibalut seragam kepolisian yang notabene penegak hukum," tuturnya.