close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Emirsyah Satar berjalan seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta. Antara Foto
icon caption
Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Emirsyah Satar berjalan seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta. Antara Foto
Nasional
Rabu, 04 Desember 2019 20:39

KPK: Uang Rp100 M diduga mengalir ke sejumlah pejabat Garuda Indonesia

KPK telah mengidentifikasi kontrak kerja sama PT Garuda Indonesia dengan nilai miliaran dolar Amerika Serikat.
swipe

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan uang sebesar Rp100 miliar diduga mengalir ke sejumlah pejabat Garuda Indonesia. Uang tersebut diduga berasal dari suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan dalam mengusut perkara ini, KPK mengidentifikasi kontrak kerja sama PT Garuda Indonesia dengan nilai miliaran dolar Amerika Serikat. Setidaknya, terdapat empat kontrak yang telah teridentifikasi komisi antirasuah itu.

Keempat kerja sama itu ialah kontrak pembelian mesin dan perawatan mesin (Total Care Program) Trent seri 700 dengan perusahaan Rolls Royce, kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S.

Kemudian, kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR), serta kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.

“Selain itu, ditemukan dugaan aliran dana yang jauh lebih besar, yaitu dari dugaan awal sebesar Rp20 miliar menjadi Rp100 miliar untuk sejumlah pejabat di Garuda Indonesia," kata Febri saat ditemui di Jakarta pada Rabu (4/12).

Tak hanya korupsi, pada kasus ini penyidik KPK juga mengungkap adanya praktik tindak pidana pencucian uang (TPPU). KPK kemudian menetapakan bekas Direktur Utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar dan mantan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi (MRA), Soetikno Soedardjo sebagai tersangka dalam perkara itu. 

"Karena itu, KPK menggabungkan penanganan korupsi dan pencucian uang dalam perkara ini. Dan dalam waktu dekat akan dibawa ke persidangan," ucap dia.

Pada perkara tersebut, Emirsyah diduga kuat telah menerima uang suap dari perusahaan manufaktur terkemuka asal Inggris Rolls Royce untuk pembelian 50 mesin pesawat Airbus SAS pada periode 2005-2014 oleh PT Garuda Indonesia melalui Soetikno Soedardjo yang saat itu menjabat sebagai beneficial owner dari Connaught International Pte. Ltd.

Adapun uang yang masuk ke kantong Emirsyah sebesar Rp5,79 miliar. KPK menduga uang itu digunakan untuk membayar satu unit rumah yang berlokasi di Pondok Indah. Selain itu, Emirsyah juga diduga menerima 680,000 dolar Singapura dan 1,02 juta Euro yang dikirim ke rekening perusahaan miliknya di Singapura serta 1,2 juta dolar Singapura untuk pelunasan apartemen di Singapura.

Tak hanya ke Emirsyah, Soetikno juga mengalirkan uang ke Direktur Teknik Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia Hadinoto Soedigno. Hadinoto diduga telah menerima uang sebesar 2,3 juta dolar Singapura dan 477,000 Euro. Uang itu diberikan Soetikno dengan mengirimkannya ke rekening Hadinoto yang berada di Singapura. Karena itu, KPK kemudian menetapkan mereka bertiga sebagai tersangka dalam perkara tersebut. 

Atas perbuatannya, Emirsyah Satar disangkakan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara Hadinoto disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan Soetikno Soedarjo diduga sebagai pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Tito Dirhantoro
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan