Universitas Lampung (Unila) menggelar rapat pada Minggu (21/8) pagi. Pertemuan ini merespons tertangkapnya Rektor Karomani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam operasi tangkap tangan (OTT) kasus penerimaan mahasiswa baru.
Rapat tersebut dihadiri beberapa pejabat kampus, seperti wakil rektor, dekan, direktur pascasarjana, ketua SPI, kepala biro, ketua lembaga, dan tim kerja rektor bidang kehumasan. Pertemuan menghasilkan beberapa poin, salah satunya kooperatif dengan KPK.
"Pimpinan Unila secara transparan siap membantu KPK bila diperlukan," demikian isi keterangan Unila di dalam situs webnya, beberapa saat lalu.
Selain itu, pimpinan Unila akan terus memantau perkembangan kasus ini. Pun menghormati proses hukum oleh KPK dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah.
"Pimpinan Unila menjadikan peristiwa memprihatinkan ini untuk memperbaiki sistem dan pengelolaan Unila dengan sebaik-baiknya di masa mendatang," tulisnya lagi.
Pihak kampus juga memastikan kegiatan belajar mengajar dan pelayanan dasar Unila tetap berjalan sekalipun Rektor Karomani telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.
KPK sebelumnya, pada Sabtu (20/8), melakukan OTT di 3 wilayah, Bandung, Lampung, dan Bali. Hasilnya, menetapkan Rektor Unila, Karomani, sebagai tersangka kasus dugaan suap penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri tahun akademik (TA) 2022.
Ketiga orang lainnya juga ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila, Heryandi; Ketua Senat Unila, Muhammad Basri; dan Andi Desfiandi dari pihak swasta.
Atas perbuatannya sebagai penerima suap, Karomani dan kedua rekannya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun Andi, yang menjadi pemberi suap, dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor.