Pemerintah berencana untuk memindahkan layanan angkutan Kereta Api (KA) jarak jauh yang beroperasi di Stasiun Gambir ke Stasiun Manggarai mulai akhir 2021.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Padjadjaran Yogi Suprayogi mendukung rencana tersebut. Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah untuk mewujudkan pemindahan pelayanan itu.
Salah satunya, membuat kebijakan pelayanan transportasi yang terintegrasi. Hal ini untuk memudahkan masyarakat yang ingin menuju atau dari Stasiun Manggarai.
"Misalnya Transjakarta menjadi feeder di Stasiun Manggarai. Perlu juga ditata ulang untuk haltenya. Busnya jangan parkir di jalan raya. Saat ini yang terjadi kan seperti itu," ujar Yogi kepada Alinea.id, Jumat (11/10).
Apalagi, lanjut dia, akan ada kereta cepat Bandung-Jakarta yang akan beroperasi di Stasiun Manggarai yang menambah sumpeknya stasiun Manggarai.
"Memang kita awalnya harus berbaik hati dan sabar, karena memang tidak mudah langsung memindahkan seperti itu. Pemerintah perlu merekayasa juga transportasi yang ada agar terintegrasi," katanya.
Yogi mengatakan, waktu dua tahun yang tersisa ini diharapkan dapat dimaksimalkan oleh pemerintah untuk mewujudkan pemindahan layanan ke Stasiun Manggarai.
"Kalau memang benar-benar ingin dipindah, perencanaan dan pembangunannya harus maksimal dan matang," ucapnya.
Setelah infrastruktur dan integrasi transportasinya terbentuk, maka dilanjutkan dengan pelayanannya. Misalnya saja lahan parkir. Menurutnya, pemerintah perlu membangun tempat parkir secara vertikal.
Selanjutnya, area khusus untuk pick up maupun drop off dari ojek online. "Hal ini untuk mengantisipasi kepadatan dan penumpukan kendaraaan," ujar dia.
Terpisah, Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menilai rencana pemindahan layanan angkatan KA jarak jauh dari Stasiun Gambir Jakarta Pusat ke Stasiun Manggarai Jakarta Selatan pada akhir 2021 perlu dilakukan pembebasan lahan.
"Karena itu harus luas tempatnya, lokasinya itu termasuk rumah-rumah PT KAI, rumah-rumah penduduk di sekitar Stasiun Manggarai harus habis. Belum lagi masalah lalu lintasnya, parkir, dan akses jalannya, jadi perlu dibebaskan tanahnya," kata Agus.
Menurutnya akses jalan maupun parkir kendaraan di sekitar Stasiun Manggarai tidak memadai sehingga justru menyulitkan para calon penumpang.
Kemudian, rencana pengintegrasian beberapa moda transportasi dan menjadikan Stasiun Manggarai sebagai pusat integrasi dinilai tidak memungkinkan karena lahan tak cukup luas.
Apalagi saat ini untuk pusat integrasi angkutan lainnya sudah dilakukan di Dukuh Atas dengan konsep transit oriented development (TOD).
"Kawasan Manggarai belum dibebaskan dan pusat angkutan kota Jakarta yang sudah pindah ke Dukuh Atas. Angkutan umum seperti MRT dan Transjakarta melewati Dukuh Atas," ujarnya.
Selain sulitnya akses, isu sosial di Manggarai patut diperhitungkan jika ingin menjadikannya sebagai pusat integrasi antar moda transportasi. Misalnya saja tawuran yang kerap kali terjadi di sekitar stasiun bahkan sampai masuk ke area rel kereta.
"Tawurannya sering terjadi di Berlan sama depannya. Ini perlu antisipasi tentunya jika memutuskan Manggarai sebagai sentral, cukup berisiko," kata Agus.
Seperti diketahui, pada Rabu (4/9), terjadi tawuran warga di depan Pasaraya Manggarai atau menjelang masuk Stasiun Manggarai dari arah Sudirman.
Untuk alasan keselamatan, perjalanan KRL dari arah Sudirman maupun Cikini tertahan karena banyaknya kerumunan warga di lokasi tersebut. Akibatnya terjadi penumpukan penumpang di stasiun yang akan berangkat maupun tiba di Stasiun Manggarai.