Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Surya Utomo mengatakan, sedang sangat gencar menjadikan langkah antikorupsi sebagai suatu budaya ekosistem dalam organisasi yang harus ditumbuhkembangkan dengan tujuan organisasi menjadi kuat, kredibel dan akuntabel.
“Budaya antikorupsi sejalan dengan tujuan pemerintah dalam melakukan reformasi perpajakan, yakni memperkuat penerimaan pajak tanpa adanya tindak korupsi,” ucap Surya dalam Pucak Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia DJP Tahun 2021, Kamis (2/12).
Pada saat pandemi seperti ini, lanjut Suryo penerimaan pajak sangat dibutuhkan dalam memulihkan ekonomi nasional. Ia mengatakan harus merapatkan barisan untuk memulihkan negeri, dan memperkuat pajak tanpa adanya korupsi.
“Negara yang kuat adalah negara yang pajaknya terkumpul banyak dengan tingkat korupsi yang rendah, maka dari itu kami ingin menjadi bagian dari satu institusi yang berkontribusi untuk mewujudkannya,” tambah Surya.
Sesuai dengan pesan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada saat Sosialisasi UU HPP di Bali (19/11), yaitu pajak dimensinya sangat kompleks, selain harus mengumpulkan penerimaan pajak, tetapi juga harus peka dan sensitif serta responsif terhadap kebutuhan ekonomi. Di sisi lain juga meminta pajak tata kelolanya makin baik, tidak boleh ada korupsi.
“Itu adalah statemen sekaligus arahan bagi kami untuk mendudukan diri dan organisasi dalam satu lintas barisan bahwa kita beroperasi dan bekerja dan tidak boleh ada korupsi,” ucap Surya.
Lebih lanjut, Surya menuturkan upaya Direktorat Jendral Pajak dalam memperkuat integritas demi mewujudkan budaya organisasi antikorupsi yaitu implementasi Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi dan Bersih Melayani (WBBM).
“Melalui program public campaign, whistle blowing system, dan knowing your employee, serta adanya pengawasan pelaksanaan proses bisnis oleh atasannya langsung,” tambahnya.
Surya mengatakan, Direktorat Jendral Pajak akan menindaklanjuti rekomendasi yang ada sebagai upaya perbaikan, melakukan internalisasi corporate value sekaligus menerapkan komitmen integritas pimpinan agar dapat menjadi contoh bagi para pegawai DJP.
“Sementara untuk pengawasan internal, dilakukan profiling pegawai, penyusunan risk control matrix, pemanfaatan fraud risk scenario (FRS) dan pemantauan pengendalian intern (PPI) yang dilakukan oleh UKI di seluruh unit kerja DJP,” terangnya.
Pengawasan internal ini, tambahnya, turut dilakukan melalui penguji kepatuhan oleh KITSDA atas porses bisnis berisiko tinggi atau berdampak strategis serta memperkuat koordinasi dan kerja sama antara DJP dengan Itjen selalu lini ketiga SPI.
"Karena, korupsi ini bukan hanya salah satu pihak, terjadinya korupsi karena kejadian kedua belah pihak atau tiga belah pihak yang menginginkan sesuatu yang menyebabkan terjadi korupsi pada suatu titik masa tertentu," pungkasnya.