Kepolisian mengakui sinyal yang sulit menjadi kendala dalam upaya membebaskan Pilot Susi Air, Kapten Philips Marc Marthein. Padahal penyanderaan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) pimpinan Egianus Kogoya ini sudah berjalan tiga minggu.
Kadiv Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, mereka harus mencari titik-titik tertentu untuk mendapatkan sinyal yang kuat dalam melakukan negosiasi dengan kelompok Kogoya.
“Kendala utama itu, komunikasi tidak semudah seperti di daerah lain dan di situ sinyal untuk berkomunikasi itu agak susah,” katanya kepada wartawan, Jumat (3/3).
Dedi menyebut, hasil dari komunikasi yang selama ini dilakukan adalah kondisi pilot masih dalam keadaan baik. Namun, untuk mendapatkan informasi itu, pemerintah tidak dapat menghubungi begitu saja.
“Ya kalau pas kondisi bisa ngontak komunikasi, kalau pas dikontak tidak bisa ya tunggu nanti, pada saat dia di titik koordinat tertentu bisa berkomunikasi ya komunikasi,” ujarnya.
Dedi menyampaikan, kendala tersebut tidak menyurutkan kepolisian untuk mengevakuasi sang pilot. Pendekatan lunak bersama tokoh daerah setempat masih terjalin hingga saat ini.
Kendati demikian, pihaknya belum dapat memastikan tenggat waktu untuk negosiasi yang masih berangsur ini. Maka dari itu, berbagai langkah telah dimantapkan termasuk penegaka hukum apabila negosiasi berjalan alot.
“Ya untuk penegakkan hukum kita siapin,” ucapnya.
Sebelumnya Maskapai Susi Air memandang, perlunya peran maksimal negara dalam misi penyelamatan pilot mereka Kapten Philips Marc Marthein.
Kuasa hukum Susi Air Donal Fariz mengatakan, peran negara itu juga disebabkan karena tanggung jawab perusahaan atas keselamatan kru terbatas. Pihaknya hanya dapat memastikan kondisi krunya melalui informasi saja.
Maskapai Susi Air memandang, perlunya peran maksimal negara dalam misi penyelamatan pilot mereka Kapten Philips Marc Marthein. Apalagi hingga hari ini (1/3), penyanderaan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) pimpinan Elianus Kogoya terhitung sudah mencapai 22 hari. Kuasa hukum Susi Air Donal Fariz mengatakan, peran negara itu juga disebabkan karena tanggung jawab perusahaan atas keselamatan kru terbatas. Pihaknya hanya dapat memastikan kondisi krunya melalui informasi saja.
“Kami menunggu informasi yang disampaikan oleh tim-tim yang berada di lapangan dan kemudian mereka melakukan screening informasi, baru disampaikan kepada kami. Itulah keterbatasan yang memang kami sampaikan,” katanya di SA Residence, Jakarta Timur, Rabu (1/3).
Donal menyebut, akses komunikasi maupun informasi yang terbatas juga terlihat dari foto kondisi sang pilot yang didapatkan dari media.
Pihaknya tidak dapat berkomunikasi langsung untuk negosiasi dengan KKB Kogoya itu. Sejauh ini, komunikasi terdekat adalah pertemuannya dengan Pemerintah Selandia Baru.
Bahkan, terkait permintaan tebusan saja hanya berada di lingkungan kepolisian. Tebusan itu bernilai sejumlah uang serta berbagai senjata.
Ia pun merasa kerugian yang ditelan sudah cukup besar bila uang masih dituntut oleh KKB Kogoya. Pesawat mereka yang dibakar tempo hari mencapai US$2 juta dan sudah tidak diproduksi lagi.