Kasus gangguan gagal ginjal akut dilaporkan kembali mengalami peningkatan. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan, 245 anak teridentifikasi penyakit ganguan ginjal akut. Dari jumlah tersebut, 141 di antaranya meninggal dunia.
"Total ada 245 (kasus) di 26 provinsi. Fatality rate atau yang meninggal, persentasenya dari jumlah kasus 245 ini cukup tinggi, yaitu 141 atau 57,6%" kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam keterangannya, Senin (24/10).
Budi mengatakan, ada delapan provinsi yang mencatatkan jumlah kasus terbesar. Ke delapan provinsi tersebut yakni DKI Jakarta (55 kasus), Jawa Barat (34 kasus), Aceh (28 kasus), Jawa Timur (27 kasus), Sumatera Barat (17 kasus), Bali (15 kasus), Banten dan Sumatera Utara masing-masing 12 kasus.
Disampaikan Budi, tren kasus gangguan ginjal akut (GGAPA) mulai mengalami peningkatan drastis sejak Agustus 2022.
"Bulan Agustus itu mulai naik ke 36 (kasus), September naik lagi ke 78 (kasus), Oktober sampai sekarang 114 (kasus), dan itu sebagian besar menyerang di bawah (usia) lima tahun," papar Budi.
Berdasarkan data Kemenkes, 161 kasus gangguan ginjal akut (GGAPA) menyerang anak usia 1-5 tahun, 35 kasus dialami anak usia 6-10 tahun, 24 kasus dialami usia 11-18 tahun, dan 25 kasus menyerang anak di bawah usia satu tahun.
Budi menyampaikan, kasus gangguan ginjal akut pada anak disebabkan oleh cemaran senyawa kimia berbahaya yakni etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) dalam produk obat. Hal ini didasarkan pada analisis dan investigasi Kemenkes setelah adanya pemberitahuan dari WHO soal kasus gangguan gagal ginjal akut misterius yang menyerang anak-anak di Gambia, Afrika.
"Jadi, berdasarkan rilis WHO, adanya zat kimia di pasien, bukti biopsi yang menunjukkan kerusakan ginjalnya karena zat kimia ini, adanya zat kimia ini di obat-obatan yang ada di rumah pasien, kita menyimpulkan bahwa benar, penyebabnya adalah obat-obat kimia yang merupakan cemaran pelarut," ungkapnya.
Menindaklanjuti temuan tersebut, ujar Budi, Kemenkes kemudian menginstruksikan untuk menghentikan sementara peredaran produk obat cair atau sirup kepada masyarakat.
Selain itu, tenaga kesehatan (nakes) juga diminta untuk tidak meresepkan obat cair atau sirup guna mengantisipasi peningkatan kasus gangguan gagal ginjal akut.
Sebelumnya, Budi memastikan kasus gagal ginjal akut pada anak ini tidak ada sangkut pautnya dengan Covid-19 atau vaksinasi. Disampaikan Budi, pihaknya melakukan penelitian atas lonjakan kasus yang terjadi pada Agustus 2022.
"Kita coba mengaitkan ini, apa ini gara-gara Covid-19. Sesudah kita lihat, ternyata enggak, karena yang memiliki antibodi Covid-19 masih sedikit sekali," kata Budi, Jumat (21/10).