Usulan menghidupkan kembali Garis Garis Besar Haluan Negara (GBHN) pada amendemen UUD RI 1945 saat ini dapat disebut hanya tinggal wacana karena waktunya sudah mendekati pemilu.
"Usulan untuk menghidupkan kembali GBHN dalam amendemen harus didukung minimal sepertiga dari jumlah anggota MPR RI. Jumlah anggota MPR RI adalah jumlah anggota DPR RI plus anggota DPD RI, sebanyak 692 orang," kata Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, seperti dilansir Antara, saat menyampaikan materi Empat Pilar MPR di hadapan sekitar 300 mahasiswa dan pelajar di Zona Madina, Kecamatan Parung, Bogor, Kamis (5/7).
Usulan untuk menghidupkan GBHN tersebut dapat dibahas dalam rapat paripurna MPR RI, dan harus didukung minimal dua per tiga anggota MPR RI.
Namun, belum ada usulan dari fraksi-fraksi di MPR RI yang memenuhi persyaratan hingga sepertiga anggota MPR RI, apalagi hingga dua per tiga anggota MPR RI.
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menjelaskan, sebelumnya Fraksi PDI Perjuangan yang bersikukuh mengusulkan untuk menghidupkan kembali GBHN melalui amendemen terbatas UUD RI 1945. Kemudian, Partai Golkar juga mendukung usulan tersebut.
"Tapi jumlah kursi Fraksi PDI Perjuangan dan Fraksi Partai Golkar sebanyak 200 kursi atau 28,90%, belum memenuhi syarat usulan," katanya.
Belum ada lagi yang mengusulkan untuk menghidupkan GBHN dan PDI Perjuangan maupun Partai Golkar pun tidak terdengar lagi usulannya.
Masa kerja anggota MPR RI periode 2014-2019 hingga September 2019, dan sekarang sudah memasuki masa pendaftaran calon anggota legislatif (caleg) untuk DPR RI dan DPD RI periode 2019-2024. "Konsentrasi fraksi-fraksi sudah mempersiapkan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2019," ujarnya.
Setelah GBHN dihapus dalam proses amendemen UUD 1945 menjadi UUD RI 1945, arah pembangunan nasional menjadi seperti jalan di tempat.
Arah pembangunan nasional ditentukan berdasarkan visi dan misi presiden terpilih yang kemudian dibakukan menjadi Rancangan Pembangunan Jangka Menengah serta Rencana Kerja Pembangunan Nasional (RPJM dan RKPN).
Jika dibandingkan dengan pembangunan nasional negara-negara tetangga di Asia Tenggara, Indonesia terlihat ketinggalan. Sebagai contoh Malaysia pada 1980-an banyak belajar dari Indonesia dan bahkan mendatangkan guru-guru dari Indonesia untuk mengajar di Malaysia. Saat ini, mahasiswa Indonesia justru belajar ke Malaysia.
Demikian juga Vietnam, pada tahun 1980-an, manusia perahu dari Vietnam mengungsi ke Indonesia dan banyak belajar soal pertanian dari bangsa Indonesia. "Saat ini Indonesia mengimpor beras dari Vietnam," katanya lagi.